LAPORAN MINI RISET
“TRADISI PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI TAHUNAN JEPARA”
Disusun guna memenuhi tugas akhir
Mata kuliah : Islam dan Budaya Jawa
Dosen pengampu : M. Rikza Chamami M.S.i
Disusun oleh :
Mifrohatun Nisa’
123411068
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015
I.
PENDAHULUAN
Tradisi merupakan bagian dari
kebudayaan masyarakat yang dilakukan secara turun temurun. Seiiring
perkembangan zaman dan teknologi, kita tak dapat mengelak jika kebudayaan luar
yang masuk yang masuk ke negara kita dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat
kita sehingga nanti dikhawatirkan akan berdampak pada budaya-budaya kita. Di
Indonesia khususnya Jawa Tengah, berbagai budaya masih dilestarikan hingga
sekarang. Salah satunya yang terdapat di kabupaten Jepara, yaitu perang obor.
Perang obor merupakan salah satu
budaya yang bentuk pelaksanaannya seperti orang sedang berperang dengan
menggunakan nyala api berbentuk obor. Bagi masyarakat Jepara sendiri hal ini
merupakan bentuk dari ucapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menolak
balak agar terhindar dari segala macam musibah dan malapetaka.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Bagaimanakah
Asal-Usul Tradisi Perang Obor?
B.
Bagaimanakah
Prosesi Pelaksanaan Tradisi Perang Obor?
C.
Apakah
Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Tradisi Perang Obor?
III.
LANDASAN
TEORI
A.
Tradisi
Tradisi adalah budaya yang sudah turun temurun dilakukan oleh
sekelompok masyarakat di daerah tertentu disertai dengan sistem kepercayaan
yang dianutnya. Pelaku dari tradisi sendiri adalah biasanya masyarakat lokal
yang sudah lekat dari tradisi itu sendiri. Tradisi biasanya berhubungan dengan
nilai keagamaan yang dihubungkan dengan budaya lokal.
B.
Perang
Obor
Perang obor adalah salah satu bentuk tradisi budaya dari masyarakat
Tegalsambi, Kabupataen Jepara yang dilakukan dengan maksud sebagai ungkapan
rasa syukur atas penen dan rizki yang telah didapat selama satu tahun terakhir.
Tradisi perang obor ini dilakukan pada bulan Dzulhijjah, bertepatan pada tanggal 24 Mei, dan dillaksanakan rutin
setiap tahunnya. Tempatya pelaksanaannya berada di sekitar perempatan desa
Tegalsambi yang menuju ke arah Pantai Teluk Awur Jepara. Diiringi dengan
pegelaran wayang kulit sebelumnya selama semalam suntuk. Dalam acara ini setidaknya melibatkan pemain sekitar
50 orang lebih yang terdiri dari para pemuda pilihan dan sukarela dari
masyarakat sekitar.
IV.
KEADAAN
LAPANGAN
A.
Asal-usul
Tradisi Perang Obor
Berdasarkan hasil wawancara saya dengan Bapak kepala desa dan
sesepuh di desa Tegalsambi pada tanggal
20 Juni 2015 sejarah terjadinya perang obor yakni dahulu dikisahkan terdapat
seorang warga pendatang Tegalsambi yang bernama Kiai Babadan. Beliau adalah seorang
petani dan juga seorang peternak yang kaya dan sukses. Sapi dan kerbau menjadi
ternak yang banyak ia miliki. Karena saking banyaknya hewan ternak sehingga
beliau tidak dapat mengurusnya sendiri, kemudian meminta Ki Gemblong yang
dikenal sebagai orang yang tekun dan rajin untuk membantu menggembala
ternak-ternaknya. Di awal kerjanya, Kiai Babadan sangat senang dengan Ki
Gemblong, karena selama dirawat olehnya ternak-ternak menjadi sehat dan gemuk.
Singkat cerita, uatu ketika Ki Gemblong sedang menggembala di dekat
sungai sambil menyaksikan ikan dan udang yang besar di bawah air, tak ingin
menyia-nyiakan kesempatan dia pun langsung menangkap dan memakannya dengan
lahap hingga lupa dengan hewan ternaknya. Akhirnya sapi dan kerbau milik Kiai
Babadan menjadi kurus dan sakit-sakitan tidak terurus, dan bahkan selalu pulang
telat hingga malam hari. Keadaan ini membuat Kiai Babadan menjadi bingung dan
penasaran.
Suatu malam Kiai Babadan pergi secara diam-diam menyusul Ki
Gemblong. Sampai di sana Kiai Babadan melihat Ki Gemblong sedang asyik membakar
ikan yang baru saja diambilnya dari sungai. Melihat hal itu beliau sangat marah
dan langsung memukul Ki Gemblong dengan menggunakan obor dari pelepah daun
pisang. Sontak Ki Gemblong tidak terima dan langsung balik membalas dengan
nyala obor tersebut. Dari sini maka terjadilah perang obor antara Ki Gemblong
dan Kiai Babadan. Api dari peperangan ini menyebar sampai ke tumpukan jerami yang
terdapat di sebelah kandang. Kobaran api tersebut membuat sapi dan kerbau lari
ketakutan dan tak disangka sapi dan kerbau yang awal mulanya sakit menjadi
sembuh setelah perang obor terjadi.
B.
Prosesi
Pelaksanaan Tradisi Perang Obor
Tradisi perang obor menjadi prosesi yang menurut saya cukup rumit karena
tidak hanya dilakukan dalam satu waktu. Menurut keterangan dari Bapak sholeh
seorang warga desa Tegalsambi, pertama sebelum perang obor dilaksanakan
sebelumnya harus terlebih dahulu diadakan selamatan atau doa bersama ke makam
para leluhur beberapa hari sebelumnya di hari dan di waktu tertentu. Dalam prosesi
selamatan ini warga membawa nasi beserta lauk pauknya, jajan pasar, dan pisang.
Jika semuanya telah berkumpul, Kepala Desa berserta wakilnya membakar kemenyan
dilanjutkan doa bersama dan tahlil yang dipimpin oleh seorang modin. Setelah selesai
dilanjutkan dengan makan secara bersama-sama dirumah kepala desa.
Kedua, penyembelihan hewan qurban yang digunakan untuk perlengkapan
sesaji. Penyembelihannya dilaksanakan pagi hari, sebelum acara puncak dimulai. Hewan
yang digunakan adalah kerbau jantan yang belum pernah digunakan untuk bekerja. Sebagian
darah dan dagingya diambil sebagai sesajen yang diletakkan di perbatasan desa
Tegalsambi, diantaranya di rumah kepala desa, perempatan jalan, makam para
leluhur, ruang penyimpanan pusaka desa dan tempat pertunjukan wayang kulit. Masyarakat
sekitar percaya bahwa setiap tempat ada penunggunya, sehingga diharapkan
melalui cara ini acara perang obor dapat berlansung dengan lancar, sekaligus
menghormati keberadaan para arwah leluhur.
Ketiga, pementasan wayang kulit. Setelah penyembelian hewan qurban
tadi dilanjutkan dengan penampilan wayang kulit yang di gelar semalam suntuk
dari pagi hingga tengah malam diiringi dengan alunan gamelan Jawa yang khas.
Keempat, barikan di masjid Tegalsambi. Menjelang siang hari yaitu
masuk waktu dzuhur dilanjutkan dengan selamatan di masjid. Warga
berbondong-bondong membawa nasi dan lauk pauknya lengkap dengan jajan pasar melakukan
doa dan tahlil bersama agar di berikan keselamatan, terhindar dari balak, dan diberi
kelancaran rizki, dan acara ini nantinya dapat berlangsung dengan lancar.
Kelima, puncak perang obor. Dilaksanakan pada malam hari yaitu setelah
isya’ sekitar pukul 20.00 WIB tepat berada di perempatan jalan desa Tegalsambi.
Di awal acara adalah sambutan-sambutan dari para pejabat daerah dan tokoh
masyarakat, kemudian dilanjutkan doa dan pembakaran kemenyan oleh modin dan
selanjutnya adalah acara puncaknya. Di sini para pemuda Tegalsambi yang terdiri
dari 50 orang saling berperang menggunakan obor yang terbuat dari pelepah
batang dan daun pisang yang dibentuk sedemikian rupa meyerupai obor. Mereka saling
kejar mengejar dan berlari, apabila apinya mati maka di nyalakan kembali sampai
habis. Uniknya dari tradisi ini adalah ketika ada penonton atau pemain yang yang
terluka modin memberikan ramuan minyak kelapa yang dipercaya sebagai obat yang
sangat ampuh mengobati luka bakar.
C.
Nilai-Nilai
yang Terkandung dalam Tradisi Perang Obor
1.
Nilai
agama
Salah satu nilai yang terkandung adalah nilai agama Islam. Dimana dalam
setiap tindakannya masyarakat Tegalsambi selalu memanjatkan doa kepada Allah
SWT. Kemudian dilihat dari tujuan upacara ini adalah mengajarkan agar kita
selalu bersyukur atas limpahan karunia dan rizki-Nya yaitu melalui sedekah
bumi.
2.
Nilai
pendidikan
Diceritakan, sejarah dari perang obor itu sendiri yaitu tentang Ki
Gemblong yang menerima permintaan Kiai Babadan untuk meggembala
ternak-ternaknya. Hal ini mengajarkan agar kita memilki rasa tanggung jawab
yang tertanam dalam diri setiap orang agar menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya dengan baik.
3.
Nilai
budaya
Dalam tradisi perang obor ini mengajarkan agar menjunjujng tinggi
apa yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita, yang mana eksistensi tradisi
ini masih berlangusng sampai sekarang tidak tergerus oleh zaman. Namun, disisi
lain mereka juga tidak semata hanya menggunakan budaya saja, teapi juga
dikombinasikan dengan nilai agama, seperti tahlilan dan lain sebagainya.
V.
ANALISA
LAPANGAN
Berdasarkan analisa yang dapat saya
lihat di sini, masyarakat Tegalsambi sangat menjunjung tinggi tradisi dan adat
istiadat mereka. Dapat dilihat dari rangkaian prosesi yang begitu sakral dan
sistematis dan sarat akan nilai budaya dan agama yang kental.
Desa Tegalsambi bertempat di dekat lokasi
pantai teluk awur yang mayoritas masyarakatnya adalah penduduk desa dan bermata
pencaharian sebagai petani dan pengusaha mebel. Kondisi masyarakatnya sangat bergotong
royong dan ramah. Lokasi yang dapat dijangkau dari segala arah memudahkan
masyarakat di daerah lain untuk datang dan menyaksikan perang obor yang hanya
digelar satu tahun sekali ini. Tak heran jika yang bisa menyaksikan tak hanya
masyarakat lokal saja tetapi wisatawan asing pun juga menyaksikan.
VI.
KESIMPULAN
Perang obor merupakan salah satu
bentuk tradisi dalam budaya Jawa yang berada di desa Tegalsambi kecamatan
Tahunan Kbupaten Jepara sebagai ungkapan rasa syukur atas limpahan rizki dan
karunia dari Allah SWT sekaligus sebagai penolak balak di waktu yang akan
datang.
Sejarah perang obor berawal dari
kisah antara Kiai Babadan dan Ki Gemblong dimana kemarahan Kiai babadan kepada Ki
gemblong yang tidak bertanggung jawab atas binatang ternak yang sudah
dipasrahkan Kiai Babadan kepadanya. Sehingga Kiai Babadan menyerang Ki Gemblong
dan akhirnya timbullah peperangan dengan menggunakan obor.
Nilai-nilai yang terkandung di dalam
tradisi ini antara lain adalah nilai agama yaitu, melalui tradisi ini masyarakat
mengungkapkan rasa syukurnya Kepada Allah SWT. Nilai pendidikan yaitu
masyarakat dituntut untuk bertanggung jawab atas segala tugas yang telah
dibebanknnya, dan yang ketiga adalah nilai buadaya dimana masyarakat selalu
menjunjung tinggi kegotongroyongan dan masih menjunjung tinggi nilai-nilai
budayanya.
BIODATA PENULIS
Nama :
Mifrohatun Nisa’
NIM : 123411068
Jurusan :
Pendidikan Bahasa Inggris (S1)
TTL : Jepara,
19 Oktober 1993
Alamat : Jalan
Tamana Siswa RT 01/02 Pekalongan, Batealit, Jepara
Email : emm.nisa@gmail.com
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus