Selasa, 23 Juni 2015

LAPORAN MINI RISET “TRADISI PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI TAHUNAN JEPARA”



LAPORAN MINI RISET
“TRADISI PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI TAHUNAN JEPARA”
Disusun guna memenuhi tugas akhir
Mata kuliah : Islam dan Budaya Jawa
Dosen pengampu : M. Rikza Chamami  M.S.i

Disusun oleh :
Mifrohatun Nisa’
123411068

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015
       I.            PENDAHULUAN
Tradisi merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat yang dilakukan secara turun temurun. Seiiring perkembangan zaman dan teknologi, kita tak dapat mengelak jika kebudayaan luar yang masuk yang masuk ke negara kita dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat kita sehingga nanti dikhawatirkan akan berdampak pada budaya-budaya kita. Di Indonesia khususnya Jawa Tengah, berbagai budaya masih dilestarikan hingga sekarang. Salah satunya yang terdapat di kabupaten Jepara, yaitu perang obor.
Perang obor merupakan salah satu budaya yang bentuk pelaksanaannya seperti orang sedang berperang dengan menggunakan nyala api berbentuk obor. Bagi masyarakat Jepara sendiri hal ini merupakan bentuk dari ucapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menolak balak agar terhindar dari segala macam musibah dan malapetaka.

    II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimanakah Asal-Usul Tradisi Perang Obor?
B.      Bagaimanakah Prosesi Pelaksanaan Tradisi Perang Obor?
C.      Apakah Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Tradisi Perang Obor?

 III.            LANDASAN TEORI
A.    Tradisi
Tradisi adalah budaya yang sudah turun temurun dilakukan oleh sekelompok masyarakat di daerah tertentu disertai dengan sistem kepercayaan yang dianutnya. Pelaku dari tradisi sendiri adalah biasanya masyarakat lokal yang sudah lekat dari tradisi itu sendiri. Tradisi biasanya berhubungan dengan nilai keagamaan yang dihubungkan dengan budaya lokal.

B.     Perang Obor
Perang obor adalah salah satu bentuk tradisi budaya dari masyarakat Tegalsambi, Kabupataen Jepara yang dilakukan dengan maksud sebagai ungkapan rasa syukur atas penen dan rizki yang telah didapat selama satu tahun terakhir. Tradisi perang obor ini dilakukan pada bulan Dzulhijjah, bertepatan  pada tanggal 24 Mei, dan dillaksanakan rutin setiap tahunnya. Tempatya pelaksanaannya berada di sekitar perempatan desa Tegalsambi yang menuju ke arah Pantai Teluk Awur Jepara. Diiringi dengan pegelaran wayang kulit sebelumnya selama semalam suntuk.  Dalam acara ini setidaknya melibatkan pemain sekitar 50 orang lebih yang terdiri dari para pemuda pilihan dan sukarela dari masyarakat sekitar.

 IV.            KEADAAN LAPANGAN
A.       Asal-usul Tradisi Perang Obor
Berdasarkan hasil wawancara saya dengan Bapak kepala desa dan sesepuh di desa Tegalsambi  pada tanggal 20 Juni 2015 sejarah terjadinya perang obor yakni dahulu dikisahkan terdapat seorang warga pendatang Tegalsambi yang bernama Kiai Babadan. Beliau adalah seorang petani dan juga seorang peternak yang kaya dan sukses. Sapi dan kerbau menjadi ternak yang banyak ia miliki. Karena saking banyaknya hewan ternak sehingga beliau tidak dapat mengurusnya sendiri, kemudian meminta Ki Gemblong yang dikenal sebagai orang yang tekun dan rajin untuk membantu menggembala ternak-ternaknya. Di awal kerjanya, Kiai Babadan sangat senang dengan Ki Gemblong, karena selama dirawat olehnya ternak-ternak menjadi sehat dan gemuk.
Singkat cerita, uatu ketika Ki Gemblong sedang menggembala di dekat sungai sambil menyaksikan ikan dan udang yang besar di bawah air, tak ingin menyia-nyiakan kesempatan dia pun langsung menangkap dan memakannya dengan lahap hingga lupa dengan hewan ternaknya. Akhirnya sapi dan kerbau milik Kiai Babadan menjadi kurus dan sakit-sakitan tidak terurus, dan bahkan selalu pulang telat hingga malam hari. Keadaan ini membuat Kiai Babadan menjadi bingung dan penasaran.
Suatu malam Kiai Babadan pergi secara diam-diam menyusul Ki Gemblong. Sampai di sana Kiai Babadan melihat Ki Gemblong sedang asyik membakar ikan yang baru saja diambilnya dari sungai. Melihat hal itu beliau sangat marah dan langsung memukul Ki Gemblong dengan menggunakan obor dari pelepah daun pisang. Sontak Ki Gemblong tidak terima dan langsung balik membalas dengan nyala obor tersebut. Dari sini maka terjadilah perang obor antara Ki Gemblong dan Kiai Babadan. Api dari peperangan ini menyebar sampai ke tumpukan jerami yang terdapat di sebelah kandang. Kobaran api tersebut membuat sapi dan kerbau lari ketakutan dan tak disangka sapi dan kerbau yang awal mulanya sakit menjadi sembuh setelah perang obor terjadi.

B.       Prosesi Pelaksanaan Tradisi Perang Obor
Tradisi perang obor menjadi prosesi yang menurut saya cukup rumit karena tidak hanya dilakukan dalam satu waktu. Menurut keterangan dari Bapak sholeh seorang warga desa Tegalsambi, pertama sebelum perang obor dilaksanakan sebelumnya harus terlebih dahulu diadakan selamatan atau doa bersama ke makam para leluhur beberapa hari sebelumnya di hari dan di waktu tertentu. Dalam prosesi selamatan ini warga membawa nasi beserta lauk pauknya, jajan pasar, dan pisang. Jika semuanya telah berkumpul, Kepala Desa berserta wakilnya membakar kemenyan dilanjutkan doa bersama dan tahlil yang dipimpin oleh seorang modin. Setelah selesai dilanjutkan dengan makan secara bersama-sama dirumah kepala desa.
Kedua, penyembelihan hewan qurban yang digunakan untuk perlengkapan sesaji. Penyembelihannya dilaksanakan pagi hari, sebelum acara puncak dimulai. Hewan yang digunakan adalah kerbau jantan yang belum pernah digunakan untuk bekerja. Sebagian darah dan dagingya diambil sebagai sesajen yang diletakkan di perbatasan desa Tegalsambi, diantaranya di rumah kepala desa, perempatan jalan, makam para leluhur, ruang penyimpanan pusaka desa dan tempat pertunjukan wayang kulit. Masyarakat sekitar percaya bahwa setiap tempat ada penunggunya, sehingga diharapkan melalui cara ini acara perang obor dapat berlansung dengan lancar, sekaligus menghormati keberadaan para arwah leluhur.
Ketiga, pementasan wayang kulit. Setelah penyembelian hewan qurban tadi dilanjutkan dengan penampilan wayang kulit yang di gelar semalam suntuk dari pagi hingga tengah malam diiringi dengan alunan gamelan Jawa yang khas.
Keempat, barikan di masjid Tegalsambi. Menjelang siang hari yaitu masuk waktu dzuhur dilanjutkan dengan selamatan di masjid. Warga berbondong-bondong membawa nasi dan lauk pauknya lengkap dengan jajan pasar melakukan doa dan tahlil bersama agar di berikan keselamatan, terhindar dari balak, dan diberi kelancaran rizki, dan acara ini nantinya dapat berlangsung dengan lancar.
Kelima, puncak perang obor. Dilaksanakan pada malam hari yaitu setelah isya’ sekitar pukul 20.00 WIB tepat berada di perempatan jalan desa Tegalsambi. Di awal acara adalah sambutan-sambutan dari para pejabat daerah dan tokoh masyarakat, kemudian dilanjutkan doa dan pembakaran kemenyan oleh modin dan selanjutnya adalah acara puncaknya. Di sini para pemuda Tegalsambi yang terdiri dari 50 orang saling berperang menggunakan obor yang terbuat dari pelepah batang dan daun pisang yang dibentuk sedemikian rupa meyerupai obor. Mereka saling kejar mengejar dan berlari, apabila apinya mati maka di nyalakan kembali sampai habis. Uniknya dari tradisi ini adalah ketika ada penonton atau pemain yang yang terluka modin memberikan ramuan minyak kelapa yang dipercaya sebagai obat yang sangat ampuh mengobati luka bakar.

C.       Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Tradisi Perang Obor
1.      Nilai agama
Salah satu nilai yang terkandung adalah nilai agama Islam. Dimana dalam setiap tindakannya masyarakat Tegalsambi selalu memanjatkan doa kepada Allah SWT. Kemudian dilihat dari tujuan upacara ini adalah mengajarkan agar kita selalu bersyukur atas limpahan karunia dan rizki-Nya yaitu melalui sedekah bumi.
2.      Nilai pendidikan
Diceritakan, sejarah dari perang obor itu sendiri yaitu tentang Ki Gemblong yang menerima permintaan Kiai Babadan untuk meggembala ternak-ternaknya. Hal ini mengajarkan agar kita memilki rasa tanggung jawab yang tertanam dalam diri setiap orang agar menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.
3.      Nilai budaya
Dalam tradisi perang obor ini mengajarkan agar menjunjujng tinggi apa yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita, yang mana eksistensi tradisi ini masih berlangusng sampai sekarang tidak tergerus oleh zaman. Namun, disisi lain mereka juga tidak semata hanya menggunakan budaya saja, teapi juga dikombinasikan dengan nilai agama, seperti tahlilan dan lain sebagainya.

    V.            ANALISA LAPANGAN
Berdasarkan analisa yang dapat saya lihat di sini, masyarakat Tegalsambi sangat menjunjung tinggi tradisi dan adat istiadat mereka. Dapat dilihat dari rangkaian prosesi yang begitu sakral dan sistematis dan sarat akan nilai budaya dan agama yang kental.
Desa Tegalsambi bertempat di dekat lokasi pantai teluk awur yang mayoritas masyarakatnya adalah penduduk desa dan bermata pencaharian sebagai petani dan pengusaha mebel. Kondisi masyarakatnya sangat bergotong royong dan ramah. Lokasi yang dapat dijangkau dari segala arah memudahkan masyarakat di daerah lain untuk datang dan menyaksikan perang obor yang hanya digelar satu tahun sekali ini. Tak heran jika yang bisa menyaksikan tak hanya masyarakat lokal saja tetapi wisatawan asing pun juga menyaksikan.

 VI.            KESIMPULAN
Perang obor merupakan salah satu bentuk tradisi dalam budaya Jawa yang berada di desa Tegalsambi kecamatan Tahunan Kbupaten Jepara sebagai ungkapan rasa syukur atas limpahan rizki dan karunia dari Allah SWT sekaligus sebagai penolak balak di waktu yang akan datang.
Sejarah perang obor berawal dari kisah antara Kiai Babadan dan Ki Gemblong dimana kemarahan Kiai babadan kepada Ki gemblong yang tidak bertanggung jawab atas binatang ternak yang sudah dipasrahkan Kiai Babadan kepadanya. Sehingga Kiai Babadan menyerang Ki Gemblong dan akhirnya timbullah peperangan dengan menggunakan obor.
Nilai-nilai yang terkandung di dalam tradisi ini antara lain adalah nilai agama yaitu, melalui tradisi ini masyarakat mengungkapkan rasa syukurnya Kepada Allah SWT. Nilai pendidikan yaitu masyarakat dituntut untuk bertanggung jawab atas segala tugas yang telah dibebanknnya, dan yang ketiga adalah nilai buadaya dimana masyarakat selalu menjunjung tinggi kegotongroyongan dan masih menjunjung tinggi nilai-nilai budayanya.

BIODATA PENULIS

Nama               : Mifrohatun Nisa’
NIM                : 123411068
Jurusan            : Pendidikan Bahasa Inggris (S1)
TTL                 : Jepara, 19 Oktober 1993
Alamat            : Jalan Tamana Siswa RT 01/02 Pekalongan, Batealit, Jepara
Email               : emm.nisa@gmail.com

1 komentar: