I.
PENDAHULUAN
Tasawuf merupakan aspek esoteric atau aspek
batin yang harus dibedakan dari aspek eksoteric atau aspek lahir dalam
islam. Tujuan tasawuf ialah memperoleh hubungan langsung dan dekat dengan
tuhan, sehingga dirasakan benar bahwa seseorang sedang berada di hadiratnya,
yang intisarinya adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara ruh manusia
dengan Tuhan.
Sementara itu dalam Syi’isme aspek esoteric
dan aspek eksoteric menjadi samar perbedaannya, karena menurut Syi’isme
aspek esoteric Islam diproyeksikan ke masyakarat umum, dan dalam
Syi’isme, aturan tepat segala sesuatu menuntut bahwa Imam harus mengatur dan
memerintah secara spiritual dan temporal. Di mana seorang pemimpin bagi Syi’i
adalah seorang yang telah di beri otoritas kerohanian (esoteric), maka
ia pun di kategorikan pula sebagai orang yang memiliki otoritas temporal (eksoteric).
Yang mana dalam hal ini kaum Syi’ah menempatkan Ali bin Abi Thalib pada posisi
ini, yakni posisi pemegang otoritas keruhanian sekaligus otoritas temporal.
Pada makalah ini akan membahas tentang tasawuf syi’i
yang berfokus pada pengertian tasawuf syi’i, sejarah
perkembangan tasawuf syi’i, tokoh tasawuf syi’i, karakteristik ajaran tasawuf
syi’i dan hubungan antara tasawuf syi’i, tasawuf sunni dan tasawuf
salafi .
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa Pengertian Tasawuf Syi’i?
B.
Bagaimana Perkembangan Tasawuf Syi’i?
C.
Siapa saja Tokoh pada Tasawuf Syi’i?
D.
Bagaimana Karakteristik Ajaran Tasawuf Syi’i?
E.
Bagaimana Hubungan antara Tasawuf
Syi’i, Tasawuf Sunni dan Tasawuf Salafi?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tasawuf Syi’i
Tasawuf syi’i adalah tasawuf yang beranggapan bahwa
manusia akan manunggal dengan tuhannya karena ada kesamaan esensi antara
keduanya.[1] Hal
ini sebagaimana tasawuf falsafi di mana al-Hallaj (adalah salah satu tokoh dari
tasawuf filsafat) memformulasikan teorinya dalam doktrin ‘Hulul’, yakni
perpaduan insan dengan Tuhan secara rohaniyah atau makhluk dengan al-khalik.[2]Oleh
karenanya tasawuf syi’i disebut-sebut mempunyai kesaman dengan tasawuf falsafi.
Pada tasawuf syi’i penghormatan
yang berlebihan diberikan kepada Ali Bin Abi Thalib sebagai imam pertama kaum syi’ah, Ali menggabungkan dua jenis otoritas di
atas dalam satu pribadi, dan menurut Syi’isme, aturan tepat bagi seorang imam
adalah imam harus mengatur dan memerintah secara spiritual dan temporal. Dalam Syi’isme
aspek esoteris Islam diproyeksikan ke masyakarat umum, sehingga
perbedaan antara eksoteris dan esoteris menjadi samar. Dalam
pemahaman sufi pada umumnya hierarki vertikal dan horizontal tidak perlu
bercampur. Hal inilah yang membedakannya dengan tasawuf Syi’i yang menggabungkan
dua unsur esoteris dan unsur eksoteris.[3]
Selain itu
tasawuf Syi’i atau yang di sebut juga tasawuf Syi’ah, ajarannya adalah
pemulyaan kepada imam secara berlebihan, bahkan tidak sedikit dari mereka yang
menuhankan imam. Hal ini merupakan perbedaan yang cukup kontras dengan tasawuf
lainnya umpamanya sunni, bahkan pada masanya Syi’i dan Sunni adalah aliran atau
tasawuf yang saling bertolak belakang dalam kecintaan kepada Ali Bin Abi Thalib
dan karena keruhaniannya yang unggul. Di mana Syi’i karena kecintaannya yang
berlebihan pada Ali Bin Abi Thalib, sehingga membatalkan kekhalifaan khalifah
sebelum Ali Bin Abi Thalib, bahkan mengkafirkan mereka.[4]
Selanjutnya
Syi’ah menganggap bahwa pemimpin yang berhak memimpin adalah ahl-al-bait,
karena hanya ahl-al-baitlah yang punya hak untuk memimpin, sehingga
selama perjalanannya, Syi’ah selain dengan doktrin-doktrinnya juga
memperjuangkan hak kekhalifaan ahl-al-bait. Dengan melakukan
pemberontakan-pemberontakan terhadap kepemimpinan dinastiAmmawiyah dan Abbasiyah.
B.
Sejarah Perkembangan Tasawuf Syi’i
Diluar dua aliran tasawuf (tasawuf falsafi dan tasawuf akhlaqi), ada juga yang memasukkan tasawuf aliran ketiga, yaitu taswuf syi’i.[5] Kemunculan tasawuf
Syi’i yang juga disebut Syi’ah adalah beriringan dengan kemunculan aliran Syi’ah
itu sendiri, yang mana kita sendiri tahu, kemunculan Syi’ah adalah berkaitan dengan
masalah pengganti (khalifah) Nabi Muhammad SAW. Mereka menolak kekhalifaan Abu
Bakar, Umar Bin Khattab, danUsman Bin Affan.[6]
Dalam kemunculan
Syi’ah ada pendapat yang mengatakan kalau kemunculan Syi’ah sudah dimulai ketika
Rasulullah SAW masih hidup, namun baru muncul kepermukaan yakni pada masa pemerintahan
Utsman Bin Affan dan memperoleh momentumnya yang paling kuat pada masa pemerintahan
Ali Bin AbiThalib.[7]Yang juga di sebut-sebut sebagai permulaan timbulnya perpecahan dalam tubuh Islam, dimana kaum Syi’ah merupakan golongan yang dinisbatkan kepada pendukung Ali bin Abi-Thalib setelah perang siffin. Setelah perang usai
golongan Syi’ah banyak yang berdiam didarat Persia, yaitu suatu daratan
yang terkenal dengan pemikiran persia dan falsafat yunani, maka disinilah terjadi
kontak antara islam dengan kebudayaan yunani
hingga akhirnya tasawuf Syi’i banyak yang dipengaruhi oleh filsafat yunani. Karena
tasawuf Syi’i telah dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran persia dan falsafat yunani
maka membuat tasawuf Syi’i dan tasawuf falsafi mempunyai banyak persamaan,
contohnya: ajaran hulul dan tasawuf falsafi sama dengan hululnya syi’ahisma’iliyah.
Pengertian hulula dalahTuhan mengambil tempat didalam tubuh manusia.[8]Dalam perkembangan tasawuf Syi’i bertolakbelakang dengan pendapat tasawuf Sunni mengenai kedudukan Ali bin AbiThalib, alas an bahwa Nabi Muhammad SAW. Telah memberikan isyarat-isyarat otoritas kepada Ali Bin Abi Thalib lah yang mendasari pahamini, Otoritas kerohanian diserahkan kepada Ali oleh Nabi merupakan saturealitas yang diterimabaik oleh Sufi-sufi Sunni danSyi’i, namun
mereka berbeda berkaitan dengan konsekuensinya dalam ranah temporal. Sebagai imam pertama kaumSyi’ah, Ali menggabungkan dua jenis otoritas di atas dalam satu pribadi, dan menurut Syi’isme, aturan tepat segala sesuatu menuntut bahwa Imam harus mengatur dan memerintah secara spiritual dan temporal.[9]
Dalam teologi bermazhab Syi’ah dan berpola piker Muktazilah, konsep-konsep tasawuf falsafi biasanya dapat diterima karena itu aliran tasawuf ini berkembang pesat dikawasan umat Islam bermazhab Syi’ah dan atau Muktazilah. Itulah alasannya kenapa tasawuf falsafi sering juga dinamai atau dinisbahkan kedalam ‘tasawufSyi’i’.[10]
Pandangan
‘union mistisisme’ inilah yang membentuk konsepsi dasar tasawuf falsafi dan banyak meng-inspirasi para sufi bermazhab falsafi atau Sufi-Filosof untuk merumuskan dan melahirkan karya-karya pemikiran tasawuf falsafi, yang terkenaldiantaranya adalah IbnuArabi, IbnuSyab’in, Al Jilli,
dll.
Bertahun-tahun lamanya gerakan Syiah
hanyaberputar
di Iran, rumah dan kiblat utama Syiah. Namun sejak tahun
1979, persis ketika revolusi Iran meletus dan negeri ini dipimpin oleh Ayatullah
Khomeini dengan cara menumbangkan rejim Syah Reza Pahlevi, Syiah merembes keberbagai
penjuru dunia. Kelompok-kelompok
yang mengarah kepada gerakan Syi’ah seperti yang terjadi di Iran, marak dan muncul di mana-mana.[11]
PerkembanganSyi’ah,
yaitu gerakan yang mengatasnamakan madzhab Ahlul Bait ini memang cukup pesat, terlebih di kalangan masyarakat yang umumnya adalah awam dalam soal keagamaan, menjadi lahan empuk bagi gerakan-gerakan aliran sempalan untuk menggaet mereka menjadi sebuah komunitas, kelompok dan jama’ahnya.
Kaum Syi’ah merupakan golongan yang dinisbatkan kepada pengikut Ali bin AbiThalib. Dalam sejarahnya, setelah peristiwa perang shiffin (yakni perang anta pendukung kekholifaan Ali dan pendukung Muawiyah bin Abi Sufyan), orang-orang pendukung fanatik Ali memisahkan diri dan banyak berdiam di daratan Persia, yaitu suatu daratan yang terkenal banyak mewarisi tradisi pemikiran semenjak imperium Persia berjaya,
dan di Persia inilah kontak antara budaya Islam danYunani telah berjalan sebelum dinasti Islam berkuasa di daerah tersebut. Ketika itu, di daratan Persia ini sudah berkembang tradisi ilmiah. Pemikiran-pemikiran kefilsafatan juga sudah begitu berkembang mendahului wilayah-wilayah Islam lainnya.[12]
Oleh karena itu, perkembangan tasawuf Syi’i dapat ditinjau melalui kacamata keterpengaruhan Persia oleh pemkiran-pemikiran filsafatYunani. Ibnu Khaldun dalam
Al-Muqaddimah telah menyinggung soal kedekatan kaum Syi’ah dengan paham tasawuf.
Ibnu Khaldun melihat kedekatan tasawuf falosofis dengan sekte ismailiyah dan Syi’ah.
Sekte ismailiyah menyatakan terjadinya hulul atau ketuhanan para imam mereka.[13]Menurutnya antara
kedua kelompok terdapat keserupaan, khsusnya
dalam persoalan “quthb” dan “abdal”.Bagi para sufi filososf, quth badal adalah puncaknya
kaum ‘arifin, sedangkan abdal merupakan perwakilan. Ibnu kholdun menyatakan bahwa
doktrin seperti ini mirip doktrin dari aliran isma’iliyyah tentang imam dan
parawakilan[14]Dalam perkembangan
tasawuf Syi’i yang cenderung kepada tasawuf Falsafi, yakni dalam pandangan tentang
Tuhan.
Di dalam tradisi
syi’ah, dua aliran tasawuf (tasawuf akhlaqi dan falsafi) juga diadopsi. Imam
ayatollah Khomeini juga menekankan dua hal ini.Beliau pernah membuat komentar mengenai
kitab yang ditulis Ibnu ‘Arabi, Fushusulhikmah, tetapi orang syi’ah banyak yang
lebih menekankan pada tasawuf ‘amali. Jadi, dalam tasawuf tidak ada perbedaan antara
syi’ah dengan sunni. Bahkan, banyak juga orang syi’ah yang menganut tasawuf Al-Ghazali, yang menekankan tasawuf ‘amali.[15]
C.
Tokoh-Tokoh
pada Tasawuf Syi’i
1.
Ibnu Arabi
Ibnu Arabi bernama lengkap Muhammad
bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Abdullah bin Hatim. Beliau biasa
dipanggil dengan nama Abu Bakar, Abu Muhammad, dan Abu Abdullah. Namun beliau
terkenal dengan gelar Ibnu ‘Arabi Muhyiddin dan al Hatami. Ia juga mendapat gelar
sebagai Syaikhul Akbar dan Sang Kibritul Ahmar. Beliau lahir pada 17
Ramadhan 560 H / 29 Juli
1165 M di kota Marsia, yaitu ibukota Andalusia Timur. Ibnu al-Arabi merupakan
seorang sufi yang terkemuka, sangat sedikit sekali tokoh-tokoh spiritual muslim
yang begitu terkenalnya hingga sampai ke wilayah Barat sebagaimana yang
dicapai oleh Ibnu al-Arabi. Dalam dunia islam sendiri, tampaknya tidak ada
seorang tokoh pun yang begitu memiliki pegaruh yang begitu luas dan begitu
dalam terhadap kehidupan intelektual masyarakatnya dalam kurun waktu lebih dari
700 tahun. Tasawuf falsafi ibnu arabi juga di kenal
dengan nama tasawuf syi’I karena konsep-konsep tasawuf falsafi berkembang dari
kaum syiah dan bermadzhabkan Mu’tazilah.[16]
2.
Azyumardi azra
Azyumardi
azra adalah tokoh tasawuf syi’i yang tidak membedakan antara tasawuf syi’i dan
sunni .Ia lebih kepada konsep mahabbah, ma’rifah,hulul,wahdatul wujud
kesemuanya itu konsep dari tasawuf falsafi yang cenderung lebih spekulatif.
3. Thabathaba’i
Muhammad
Husain ath-thabatthaba’i adalah putra dari as-Sayid Muhammad bin as-Sayid
Muhammad Husain ath-thabatthaba’i. Ayahnya meninggal pada 1330 (1912), ia
dilahirkan di Tabriz pada 30/12/1321 H (17/3/1904 M. Ia adalah seorang ulama
mufassir dan sekaligus filisof islam. [17]
Thabathaba’i
mengembangkan kontribusi utamanya dalam bidang tafsir (interpretation),
filsafat, dan sejarah madzhab Shi’ah. Karya utama dalam bidang filsafat adalah
ulasan luasnya terhadap Asfar al-Arba’ah, magnum opus karya Mulla Sadra, yang
merupakan seorang pemikir muslim besar Persia terakhir pada abad pertengahan.
Di samping itu dia juga menulis secara ekstensif seputar tema-tema dalam
filsafat. Pendekatannya secara humanis dapat terlihat dari ketiga karyanya; the
nature of man, before the world, in this world, and after this world.
Filsafatnya terfokus pada pendekatan sosiologis guna menemukan solusi atas
problem-problem kemanusiaan. Dua hasil karyanya yang lain adalah kitab Bidayat
al-Hikmah dan Nihayat al-Hikmah, yang terhitung sebagai karya besar dalam
bidang filsafat islam.
D. Karakteristik
Ajaran Tasawuf Syi’i
Perkembangan tasawuf Syi’i dapat ditinjau
melalui kaca mata keterpengaruhan Persia oleh pemkiran-pemikiran filsafat
Yunani.Ibnu Khaldun dalam Al-Muqaddimah telah menyinggung soal kedekatan kaum
Syi’ah dengan paham tasawuf.Ibnu Khaldun melihat kedekatan tasawuf falosofis
dengan sekte ismailiyah dan Syi’ah.Sekte ismailiyah menyatakan terjadinya hulul
atau ketuhanan para imam mereka.Menurutnya, kedua kelompok ini memiliki kesamaan,
khususanya dalam persoaalan “quthb” dan “abdal”. Bagi para sufi filosof, quthb
adalah puncak kaum arifin, sedangkan abdal merupakan perwakilan. Ibnu Khaldun
menyatakan bahwa doktrin yang seperti ini mirip dengan doktrin aliran
Ismailiyah tentang imam dan para wakilnya begitu juga tentang pakaian
compang-camping yang disebut-sebut berasal dari imam Ali.
Jika berbicara tentang tasawuf syi’i, maka
akan diikuti oleh tasawuf sunni. Dimana dua macam tasawuf yang dibedakan
berdasarkan “kedekatan” atau “jarak” ini memiliki perbedaan.Paham tasawuf syi’i
beranggapan, bahwa manusia dapat meninggal dengan tuhannya karena ada kesamaan
esensi antara keduanya.Menurut ibnu Khaldun yang dikutip oleh Taftazani melihat
kedekatan antara tasawuf falsafi dan tasawuf syi’i.Syi’i memilki pandangan
hulul atau ketuhanan iman-iman mereka.Menurutnya dua kelompok itu mempunyai dua
kesamaan.
Sementara itu azzmardi azra tidak
membedakan antar keduanya dalam persoalan tasawuf,karena tidak dikenal dalam
terminologi islam mengenai tasawuf syi’i.
Karakteristik dari ajaran tasawuf ini adalah
·
Ajarannya lebih didasarkan atas
ketajaman pemahaman dalam menganalisis kedekatan manusia dengan tuhan.
·
Lebih mengedepankan konsepsi
keimanan.[18]
E. Ajaran Tasawuf
Syi’i
Berikut ajaran-ajaran dari tasawuf syi’i :
1.
Pemujaan terhadap Sayidina Ali.
“Ya Ali Maddad”. Mereka mengagungkan dan memuji
Sayidina Ali melebih rasulullah dan tidak menghiraukan langsung jasa-jasa Abu
Bakar dan Sayidina Umar. Antara yang sangat jelas ialah melalui tokoh sufi yang
sering dirujuk dan dipuja dunia sufi Timur dan Barat, Jalaluddin ar-Rumi.
Katanya :
"Telah pun ada Ali ketika alam ini mula dibentuk telah pun ada Ali ketika bumi ini dilakar dan masa pun bermula itulah Ali penakluk yang telah mencabut pintu gerbang benteng Khaibar dengan hanya satu pukulan bila saja ku renungi, ku perhatikan ufuk-ufuk alam yakinlah aku bahawa Ali berada pada segala maujudat orang yang wujudnya sejati,ketiadaannya melenyapkan alam maujud, itulah dia Ali sessungguhnya rahasia dua alam zahir dan batin yang tersingkap pada Syamz Tabrez, itulah dia Ali(halaman 16, dipetik dari buku Ghazliyyat Syams Tabrezi) Note : Jalaluddin ar-Rumi ialah seorang ahli sufi Farsi (Iran).
"Telah pun ada Ali ketika alam ini mula dibentuk telah pun ada Ali ketika bumi ini dilakar dan masa pun bermula itulah Ali penakluk yang telah mencabut pintu gerbang benteng Khaibar dengan hanya satu pukulan bila saja ku renungi, ku perhatikan ufuk-ufuk alam yakinlah aku bahawa Ali berada pada segala maujudat orang yang wujudnya sejati,ketiadaannya melenyapkan alam maujud, itulah dia Ali sessungguhnya rahasia dua alam zahir dan batin yang tersingkap pada Syamz Tabrez, itulah dia Ali(halaman 16, dipetik dari buku Ghazliyyat Syams Tabrezi) Note : Jalaluddin ar-Rumi ialah seorang ahli sufi Farsi (Iran).
2.
Kepercayaan kepada Imam Mahdi Syiah.
Ibnu Taimiyyah Al-Harrani Minhaj As-Sunah Jil 4/87
mengatakan: “Sesungguhnya Muhammad bin Jarir Al-Tabari, Abdullah Al-Baqi bin
Qani’ dan selain daripada mereka berdua daripada ahli ilmu ansab dan sejarah
mengatakan bahwa Imam Hasan Al-Askari tidak mempunyai keturunan dan penerus, manakala
golongan Syiah Imamiyah yang mengakui bahwa ia mempunyai anak lelaki, mereka
mendakwa bahwa ia telah memasuki sardab di Samarra sedangkan ia masih kecil,
sebahagian daripada mereka mengatakan ia berusia dua tahun, ada di kalangan
mereka mengatakan ia berusia tiga tahun, sebahagian daripada mereka pula
mengatakan lima tahun”.
Mana mungkin Imam Mahdi ada, tetapi tidak nampak-nampak? Dalam masa tidak sedar, kita menolak Imam Mahdi Syiah tetapi kita menerima bahawa Nabi Khidir masih hidup. Inilah perangkap dan jerat Syiah yang membuatkan kita musykil.
Mana mungkin Imam Mahdi ada, tetapi tidak nampak-nampak? Dalam masa tidak sedar, kita menolak Imam Mahdi Syiah tetapi kita menerima bahawa Nabi Khidir masih hidup. Inilah perangkap dan jerat Syiah yang membuatkan kita musykil.
3.
Para Imam bermimpi atau bertemu Allah atau
menerima wahyu atau dapat ke langit.
Wali tasawuf beberapa kali mikraj ke langit
mengalahkan rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Ini mengecilkan taraf nabi
kita sendiri karena nabi kita hanya sekali mikraj ke langit sedangkan wali
tasawuf beberapa kali, malah ada yang beratus kali mikraj ke langit. Ada juga
mendakwa menerima wahyu baru dari Allah. Yang lebih pelik, mereka berkata dapat
bertemu Allah. Sampai begitu sekali racun tasawuf pada aqidah umat Islam.
4.
Melebihkan
wali dari nabi.
Mereka memberi syafaat, semua Imam mampu memberi
syafaat. Satu lagi persamaan rapat antara sufi dan Syiah ialah melebihkan
kedudukan dari nabi. Dalam keyakinan Syiah, imam-imam mereka adalah maksum sama
seperti nabi, bahkan dalam banyak hal lebih baik berbanding nabi.
Buktinya:
“Wahai para nabi! Diberikan kamu gelaran sedangkan, sedangkan kepada kami diberikan apa yang tidak diberikan kepada kamu” (halaman 36, dipetik dari Insan Kamil)
Buktinya:
“Wahai para nabi! Diberikan kamu gelaran sedangkan, sedangkan kepada kami diberikan apa yang tidak diberikan kepada kamu” (halaman 36, dipetik dari Insan Kamil)
6.
Mempercayai para wali itu maksum.
Al-Imam As-Syeikh Abul Hasan asy-Syazili
menyebutkan:
وَمَن لَّمْ يَتَغَلْغَلْ فِي عِلْمِنَا هَذَا، فَمَاتَ مُصِرًّا عَلَى الْكَبَائِرِ وَهُوَ لاَ يَشْعُرُ
“Dan sesiapa yang tidak tenggelam dalam ilmu sufi kami ini, maka orang ini takut-takut nanti dia kekal meninggal dalam dosa besar, sedangkan dia tidak mengetahui.”
Kepercayaan bahwa para wali yang telah meninggal dunia dapat memenuhi hajat dan membebaskan manusia dari berbagai kesulitan. Karena kepercayaan ini, mereka bertawasal kepada para wali yang telah meninggal dunia.
وَمَن لَّمْ يَتَغَلْغَلْ فِي عِلْمِنَا هَذَا، فَمَاتَ مُصِرًّا عَلَى الْكَبَائِرِ وَهُوَ لاَ يَشْعُرُ
“Dan sesiapa yang tidak tenggelam dalam ilmu sufi kami ini, maka orang ini takut-takut nanti dia kekal meninggal dalam dosa besar, sedangkan dia tidak mengetahui.”
Kepercayaan bahwa para wali yang telah meninggal dunia dapat memenuhi hajat dan membebaskan manusia dari berbagai kesulitan. Karena kepercayaan ini, mereka bertawasal kepada para wali yang telah meninggal dunia.
7. Fanatik Ahlu Bait
Tiada Imam lain yang layak memberi syafaat di Padang
Mahsyar kelak. Dalil hadis palsu yang direka syiah iaitu "Sesiapa yang
tidak sempat mengenal Imamnya di mana-mana zaman ia hidup; maka ia akan MATI di
dalam 72 Cabang Munafik". Lalu mengaitkan dengan hadis riwayat
At-Thabarani yaitu dari Jabir ibnu Abdullah RA yang menceritakan beliau sendiri
dengar dari Rasulullah SAW dalam suatu khutbah antara lain menyebut: ” Hai
manusia, barang siapa membenci kami, ahlul-bait, pada Hari Kiamat Allah akan
menggiringnya sebagai orang Yahudi.” Maka
sesiapa yang terbaca hadis ini, lalu mereka patuh dan taat kepada ahlu al-bait
yakni keturunan nabi
8.
Penyelewengan Nur Muhammad
“Disebutkan dalam satu riwayat Allah menciptakan satu
pohon kayu yang mempunyai empat dahan. Pohon kayu itu dinamakan “Syajaratul
Muttaqin”. Kemudian ia menjadikan Nur Muhammad di dalam hijab daripada permata
yang sangat putih seperti burung merak dan diletakkan burung merak itu di atas
pohon tadi, maka bertasbihlah Nur di atas pohon itu selama 70,000 tahun.
Setelah itu Allah menjadikan cermin malu, diletakkan
cermin itu berhadapan dengannya. Bila burung merak itu menilik dirinya di dalam
cermin itu, dilihatnya rupanya sangat cantik dan sangat elok. Maka malulah ia
kepada Allah lalu berpeluh dan bertitiklah daripadanya enam titik peluk. Satu
titik jadi roh Abu Bakar, satu titik jadi roh Umar, satu titik jadi roh Utsman,
satu titik jadi roh Ali. Titik yang kelima dan keenam dijadikan bunga ros dan
padi”.
9. Silisilah atas
9. Silisilah atas
Silisilah atas yang dimaksudkan di perenggan tujuh
ialah seperti berikut:
Ali Ar-Rida memakai sufiyyah dari ayahnya Musa al-Kazim, menerima dari ayahnya Imam Ja’far As-Siidq, darinya Muhammad bin Baqir menerima dari ayahnya Imam Zainal Abidin, menerima dari ayahnya Ali bin Husain, menerima dari ayahnya Imam Husain bin Ali yang menerimanya dari ayahnya Ali bin Abi Thalib yang menerimanya dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Sanad ini ialah sanad Imamiah.
Ali Ar-Rida memakai sufiyyah dari ayahnya Musa al-Kazim, menerima dari ayahnya Imam Ja’far As-Siidq, darinya Muhammad bin Baqir menerima dari ayahnya Imam Zainal Abidin, menerima dari ayahnya Ali bin Husain, menerima dari ayahnya Imam Husain bin Ali yang menerimanya dari ayahnya Ali bin Abi Thalib yang menerimanya dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Sanad ini ialah sanad Imamiah.
Inilah unsur-unsur Syiah yang menyerap dalam tasawuf.
Sudah semestinya wali tarekat tasawuf menafikan mengambil tarekat ini dari
Syiah karena ulama Sunni sendiri yang mengijazahkannya yaitu dari Imam Hasan
Al-Basri. Mari kita perhatikan, semua silsilah tarekat semuanya sampai kepada
Ali sama ada melalui Hasan Al-Basri mahupun cucu-cucu Ali. Contohnya Rifaiyah,
Naqshahbandiah, Syaziliah, Chistiyah dan lain-lain yang mana sanadnya semua
silsilah Imamiah. [19]
F. Hubungan Tasawuf Syi’i, Sunni, dan Falsafi
1. Tasawuf
Syi’i dan Tasawuf Sunni
Tasawuf Syi’i adalah tasawuf yang beranggapan bahwa manusia
akan manunggal dengan tuhannya karena ada kesamaan esensi antara keduanya. Hal ini sebagaimana tasawuf falsafi
di mana al-Hallaj (adalah salah satu tokoh dari tasawuf filsafat)
memformulasikan teorinya dalam doktrin ‘Hulul’, yakni perpaduan insan dengan
Tuhan secara rohaniyah atau makhluk dengan al-khalik. Sehingga tasawuf syi’i disebut-sebut mempunyai kesaman
dengan tasawuf falsafi.[20]
Dengan
metode-metode tertentu yang telah dirumuskan, tasawuf seperti ini berupaya
untuk menghindari akhlaqmazmumah dan mewujudkan akhlaq mahmudah. Tasawuf
seperti ini dikembangkan oleh ulama’-ulama’ sufi.[21]
Tasawuf Syi’i atau yang
di sebut juga tasawuf Syi’ah, ajarannya adalah pemulyaan kepada imam secara
berlebihan, bahkan tidak sedikit dari mereka yang menuhankan imam. Hal ini
merupakan perbedaan yang cukup kontras dengan tasawuf lainnya umpamanya Sunni,
bahkan pada masanya Syi’i dan Sunni adalah aliran atau tasawuf yang saling
bertolak belakang dalam kecintaan kepada Ali Bin Abi Thalib dan karena
keruhaniannya yang unggul. Di mana Syi’i karena kecintaannya yang berlebihan
pada Ali Bin Abi Thalib, sehingga membatalkan kekhalifaan khalifah sebelum Ali
Bin Abi Thalib, bahkan mengkafirkan mereka. Sedangkan sunni yang juga tidak
mengurangi kecintaan kepada Ali dan tidak memungkiri keunggulan rihaninya,
tetap menganggap kekhalifaan khalifah sebelum Ali Bin Abi Thalib, karena sunni
menganggap bahwa masalah kekhalifaan adalah hal yang biasa, yakni khalifah
hanyalah administrator, dan ketika ia secara ruhani unggul, ini tidak dipandang
sebagai syarat untuk jabatan khalifah.
Contoh
mengenai otoritas kerohanian yang di berikan kepada Ali Bin Abi Thalib oleh
Rasulullah SAW. menimbulkan penafsiran yang beragam atas pengertian
otoritas spiritual dan temporal telah mengarahkan kepada kesalahpahaman antara
Syi’ah dan Sunni juga antara elemen-elemen tertentu dalam dunia Sunni itu
sendiri. Otoritas kerohanian diserahkan kepada Ali oleh Nabi adalah satu
realitas yang diterima baik oleh para sufi, namun berbeda berkaitan dengan
konsekuensinya dalam ranah temporal.
2.
Tasawuf Syi’i dan Tasawuf Falsafi
Menurut ibnu Khaldun yang
dikutip oleh Taftazani melihat kedekatan antara tasawuf falsafi dan tasawuf
Syi’i. Syi’i memilki pandangan hulul atau ketuhanan imam-imam mereka, di
mana tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang mengarah pada teori-teori perilaku
dan tasawuf yang mengarah pada teori-teori yang rumit dan memerlukan pemahaman
mendalam.[22]Menurutnya
dua kelompok itu mempunyai dua kesamaan.Dalam perkembangan
tasawuf Syi’i yang cenderung kepada tasawuf Falsafi, yakni dalam pandangan
tentang Tuhan.
IbnuKhaldunmelihatkedekatantasawuffalosofisdengansekte ismailiyahdan Syi’ah. Menurutnya,
kedua kelompok ini memiliki kesamaan, khususanya dalam persoaalan “quthb” dan “abdal”. Bagi
para sufi filosof, quthb adalah puncak kaum arifin,
sedangakan abdal merupakan perwakilan. Ibnu Khaldun menyatakan
bahwa doktrin yang seperti ini mirip dengan doktrin aliran Ismailiyah tentang
imam dan para wakilnya begitu juga tentang pakaian compang-camping yang
disebut-sebut berasal dari imam Ali.
Disini Syi’ah
Isma’iliyah, atau yang juga kita kenal dengan sebutan Syi’ah
Sab’iyah, mengatakan bahwa imam adalah seorang yang menuntun umatnya kepada
pengetahuan (ma’rifat). Juga mengenai
pendapatnya tentang syarat-syarat imam haruslah makshum, keharusan makshum bagi
imam dapat ditelusuri dengan Pendekatan sejarah Iran pra-Islam terdapat ajaran
yang menyatakan bahwa raja itu merupakan keturunan Tuhan; atau seorang raja
adalah penguasa yang mendapat tetesan Ilahi (Devine Grase) dan
dalam bahasa persianya adalah Farr-i Izadi. Oleh sebab itu seorang
raja haruslah makshum.[23]
Sementara itu azzmardi
azra tidak membedakan antar keduanya dalam persoalan tasawuf, karena tidak dikenal
dalam terminologi islam mengenai tasawuf syi’i.
Karakteristik dari
ajaran tasawuf ini adalah:
a.
Ajarannya lebih
didasarkan atas ketajaman pemahaman dalam menganalisis kedekatan manusia dengan
tuhan
IV.
KESIMPULAN
1.
Tasawuf syi’i adalah tasawuf yang beranggapan bahwa manusia akan manunggal dengan Tuhannya karena ada kesamaan esensi antara keduanya.
2.
Pembagian tasawuf syi’i ini didasarkan atas ketajaman pemahaman kaum sufi dalam menganalisis kedekatan manusia dengan Tuhan. Ia mempunyai pemahaman tentang quth dan abdal. Quth adalah puncak kaum arifin sedangkan abdal merupakan perwakilan. Dalam tradisi syi’ah mengadopsi dua aliran yaitu akhlaqi dan falsafi. Orang syi’ah ini banyak yang
menganu ttasawuf
Al-ghozali,yang lebih menekankan pada tasawuf amali.
3. Karakteristik dari ajara ntasawuf ini adalah
a. Ajarannya lebih didasarkan atas ketajaman pemahaman dalam menganalisis kedekatan manusia dengan Tuhan.
b.
Lebih mengedepankan konsepsi keimanan.
4.
*Tasawuf
Syi,i dengan tandingannya yakni tasawuf Sunni, berbeda dalam pandangan tentang
Ali Bin Abi Thalib, walaupun demikian keduanya tetap tidak di pisahkan pada
kecintaannya kepada Ali Bin Abi Thalib.
* Mengenai kedekatan Tasawuf Syi’i dengan tasawuf Falsafi adalah pada
ajaran mengenai hululnya, di mana tasawuf Falsafi adalah tasawuf
yang mengarah pada teori-teori perilaku dan tasawuf yang mengarah pada
teori-teori yang rumit dan memerlukan pemahaman mendalam. Di sinilah persamaan
di antara keduanya, yang menunjukkan kedekatannya.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah tentang tasawuf
syi’i yang dapat kami buat.Kami menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh
mencapai kesempurnaan.Oleh karena itu, kritik dan saran konstruktif dari
pembaca sangat diharapkan agar lebih baik di masa mendatang.Semoga makalah ini
bermanfaat untuk semua pihak, pembaca yang budiman umumnya, dan penulis
khususnya. Amin..
[5]Prof.
Dr. M. Solihindandr. Rosihun Anwar,
IlmuTasawuf, (Bandung: PustakaSetia, 2008), hlm. 71.
[6]Abdul
Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm.
91.
[7]Abdul
Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm.
92.
[8]http://www.scribd.com/aindosat, di
aksespada 27-04-2015, pukul 10:15 wib.
[9]Damanhuri, AkhlakTasawuf, (Banda Aceh: PENA, 2010), hlm. 36.
[10]Kaisar Biru, http://notezone13.blogspot.com/2010/01/corak-ajaran-tasawuf.html, di aksespada 27-04-2015, pukul 10:15 wib.
[11]http://www.eramuslim.com/berita/gerakan-syi’ah-sejarah-dan-perkembangannya.html,
di aksespada 25-04-2015, pukul 14:54 wib.
[12]M. SolihindanRosihun Anwar,
IlmuTasawuf, (Bandung: PustakaSetia, 2008), hlm. 71-72
[13]Rosihon Anwar, Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung: CV.
Pustaka Setia, 2000),hlm. 54.
[14]Taftazani, Sufi dariZamankeZaman, hlm. 192.
[15]AzyumardiAzra, PersamaandalamTasawuf,
dalamwww.abatasya.net. diaksespada
27-04-2015, pukul 14:17 wib.
[16]William C. Chittick. Sufi
path of knowledge: Pengetahuan Spiritual Ibnu Al-Araby.(Yogyakarta: Qalam,2001)
ce. I, hal. 4
[17]
Sayid Muhammad thabathabai, Terjemah Tafsir Mizan, (Jakarta: Lentera,2010 )
cet. I, Hlm. 11.
[20]http://www.sarjanaku.com/2011/11/tasawuf-syii-karakteristik-ajaran-pokok.html .
(Diaksespadatanggal 27 April 2015, pukul 13:17)
[21] http://mankazand.blogspot.com/2011/05/tasawuf-sii.htmll(Diaksespadatanggal
27 April 2015, pukul 20:00)
[22]http://www.sarjanaku.com/2011/11/tasawuf-syii-karakteristik-ajaran-pokok.html. (Diaksespadatanggal 27 April 2015,
pukul 13:17)
[23]http://mankazand.blogspot.com/2011/05/tasawuf-sii.htmll
(Diaksestanggal 27April 2015, pukul 20:00)
[24]http://www.sarjanaku.com/2011/11/tasawuf-syii-karakteristik-ajaran-pokok.html .
(Diaksespadatanggal 27 April 2015, pukul 13:17)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar