Jumat, 12 Juni 2015
Makalah Tafsir (ayat-ayat tentang alam semesta)
I. PENDAHULUAN
Alam semesta adalah ruang dimana di dalamnya terdapat kehidupan biotik maupun abiotik serta segala macam peristiwa alam yang dapat diungkapkan maupun yang belum dapat diungkapkan oleh manusia. Ada penciptaan, proses dari ketia-daan menjadi ada, dan akhirnya hancur. Di antaranya ada penciptaan manusia dan makhluk hidup lainnya. Di sana berlangsung pula ribuan, bahkan jutaan proses fisika, kimia, biologi dan proses-proses lain yang tak diketahui. Sebenarnya seluruh kejadian di alam semesta ini, sudah terjadi dan kejadiannya mengikuti segala rencana dan konsep yang sudah tertera di dalam Al Qur‟an. Gambaran jelasnya, bahwa semua proses alam semesta ini mengikuti dan mengekor pada segala yang tertuang dalam Al Qur‟an, apakah diketahui atau tidak tabir rahasianya oleh manusia. Al Qur‟an diturunkan bukan hanya kepada umat Islam, tetapi sebagai mediator menyampaikan pesan Tuhan Pencipta Alam kepada semua makhluk-Nya. Al Qur‟an yang sedemikian sempurna ini memberi kabar dan cerita semua kejadian di alam semesta ini.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apakah Tujuan Penciptaan Alam Semesta?
B. Bagaimanakah Konsep Hukum-Hukum Alam (taqdir)?
C. Bagaimanakah Sikap positif - optimistik dalam berinteraksi dengan Alam?
2
III. PEMBAHASAN
A. Tujuan Penciptaan Alam Semesta
1. Surah Al-Hijr(15): 85
Artinya : “dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan haq. Dan sesungguhnya Kiamat pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan pemaafan yang baik.”
Ayat sebelumnya telah menjelaskan kekuasaan Allah melaksanakan ancaman-ancaman-Nya serta menjatuhkan siksa-Nya, maka lebih lanjut Allah menguraikan secara umum kekuasaan-Nya mencipta langit dan bumi (alam raya) dengan segala isinya. Al-Biqa‟i menghubungkan ayat ini dengan ayat yang lalu dengan memunculkan dalam benaknya satu pertanyaan yang boleh jadi diajukan seseorang yaitu: “mengapa Allah membinasakan kaum yang Dia sendiri yang menciptakannya, padahal tentu saja Dia telah mengetahui bahwa mereka akan durhaka?” Ayat di atas – menurutnya – adalah jawaban atas pertanyaan yang muncul.
Tafsir ayat ini menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah yaitu: Dan tidaklah Kami ciptakan langit dengan ketinggian dan luasnya serta aneka bintang dan planet yang menghiasinya, dan tidak juga Kami ciptakan bumi dengan segala makhluk yang berada di permukaan atau dalam perutnya, dan demikian juga apa yang ada di antara keduanya, yakni langit dan bumi, baik yang telah diketahui manusia maupun tidak akan diketahui, tidak Kami ciptakan itu semua
3
melainkan dengan haq, yakni selalu disertai kebenaran dan bertujuan benar, bukan permainan atau kesia-siaan. Itu antara lain Kami ciptakan untuk menguji manusia, siapa di antara mereka yang menjadikannya bukti ke-Esa-an Kami serta menggunakannya dengan baik dan mengantarnya beramal saleh. Dan sesungguhnya Kiamat di mana masing-masing manusia akan dimintai pertanggungjawaban serta diberi balasan dan ganjaran yang “haq” pasti akan datang. Hal itu demikian, demi tegaknya “al-haq” dan keadilan yang merupakan tujuan penciptaan.
Maka karena itu, wahai Nabi Muhammad, jangan hiraukan kecaman dan makian siapa yang mendustakanmu, tetapi maafkanlah mereka dengan pemaafan yang baik. Itu semua karena sesungguhnya Tuhanmu yang selalu berbuat baik dan membimbingmu, Dialah Yang Maha Pencipta secara berulang-ulang lagi Maha Mengetahui segala sifat, ciri, kelakuan dan isi hati ciptaan-ciptaan-Nya.
Kata الحقّّ pada ayat di atas, juga mengandung makna bahwa haq (kebenaran) tertanam pada diri setiap makhluk, dan pada akhirnya akan nampak jelas ke permukaan, dan bahwa Allah SWT. telah menetapkan sistem yang haq dan yang berkesesuaian dengan hikmah kebijaksanaan. Dengan demikian, kalaupun kebaikan dan keburukan, atau kebenaran dan kebathilan silih berganti, namun pada akhirnya kebenaran dan kebaikan akan mengalahkan kebathilan dan keburukan.
Hal ini ditegaskan pula dengan firman-Nya dalam Surah al-Anbiya‟ ayat 18:
بَ ل نَ ق رِفُ بِٱ لحَقِّ عَلَى ٱ ل بطِلِ فَيَ د مَغُه فَإِذَا هُىَ زَاهِ ق ...
4
“Sebenarya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap.”
Dengan demikian, bila suatu kebathilan nampak menandingi haq atau bahkan mengalahkannya, maka hal tersebut hanya bersifat sementara, dan segera kebenaran akan tampil. Sebagian buktinya adalah keadaan umat para nabi. Mereka tampil dengan kebathilan tetapi itu tidak bertahan, karena tidak lama kemudian mereka dipunahkan Allah SWT. Agar al-haq yang hanya bersumber dari-Nya tampil cemerlang. Kalaupun masih ada kebathilan yang berlanjut dalam kehidupan dunia ini, maka ia segera akan punah dan dikalahkan oleh al-haq pada Hari Kemudian nanti, dan hal inilah yang diisyaratkan oleh lanjutan ayat berikutnya.1
Kata الصّفح sebenarnya tidak tepat diterjemahkan dengan pemaafan, yakni sinonim dari kata العفى (pemaafan) karena الصّفح
merupakan sikap permaafan disertai dengan tidak mengecam kesalahan pihak lain. Dari kata ini lahir kata shafhah yang berarti halaman. Al-Ashfahani menilai bahwa kata الصّفح lebih sulit diterapkan seseorang dari pada العفى . Bisa saja seseorang memaafkan, tetapi memaafkannya didahului dengan kecaman terhadap kesalahan. Karena itu, bisa saja seseorang telah memaafkan tetapi belum memberi الصّفح . Di sisi lain, kata maaf berarti menghapus. Kesalahan yang dihapus pada satu halaman di kertas putih, mungkin masih menampakkan bekas-bekas penghapusan itu pada kertas. Tetapi bila kita membuka lembaran baru, maka segalanya baik, baru dan bersih.2
1 Baca lanjutan ayat ini, Q.S. al-Hijr ayat 86.
2 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 7, (Jakarta : Lentera Abadi, 2002), hlm.159-161.
5
Thabathaba‟i memahami pemaafan yang baik adalah melaksanakan keempat hal yang akan disebutkan oleh ayat 88 dan 89, yaitu: Larangan memberi perhatian yang besar karena takjub dan ingin meraih kenikmatan duniawi, larangan bersedih karena pengingkaran kaum musyrikin; Perintah berendah hati dan melakukan hubungan harmonis sambil bersabar dan melindungi kaum mukminin; Menyampaikan peringatan-peringatan Allah SWT.3
2. Surah Al- Anbiya‟ (21) : 16
Artinya : “dan tidaklah Kami ciptakan Iangit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.” (Q.S. Al- Anbiya‟ : 16)
Ayat-ayat yang lalu menerangkan tentang kebinasaan kaum kafir akibat kekafiran mereka dan pengakuan mereka atas kezaliman yang mereka lakukan, maka dalam ayat ini Allah menjelaskan tujuan penciptaan alam, yaitu langit dan bumi serta apa yang ada di antaranya. Di samping itu Allah menerangkan bahwa Dialah yang memegang kekuasaan mutlak atas semua ciptaan-Nya itu, dan hamba-hamba-Nya yang disebut malaikat, senantiasa patuh dan beribadah kepada-Nya.
Dalam surah Al Anbiya‟ ayat 16 ini menjelaskan bahwa Allah tidak menciptakan langit dan bumi serta semua yang terdapat diantara keduanya, untuk maksud yang sia-sia atau main-main, melainkan dengan tujuan yang benar, yang sesuai dengan hikmah dan sifat-sifat-Nya yang sempurna.
3 Lihat Q.S. al-Hijr ayat 88 dan 89.
6
Pernyataan ini merupakan jawaban terhadap sikap dan perbuatan kaum kafir yang mengingkari kenabian Muhammad SAW, serta kemukjizatan Al-Quran. Karena tuduhan-tuduhan yang dilemparkan kepadanya yaitu, bahwa Al-Quran adalah buatan Muhammad, bukan wahyu dan mukjizat yang diturunkan Allah kepadanya. Sikap ini menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui ciptaan Allah, seakan-akan Allah menciptakan sesuatu hanya untuk main-main, tidak mempunyai tujuan yang benar dan luhur. Padahal Allah menciptakan langit, bumi dan seisinya, dan yang ada diantara keduanya, adalah agar manusia menyembah-Nya dan berusaha untuk mengenal-Nya melalui ciptaan-Nya itu. Akan tetapi maksud tersebut baru dapat tercapai dengan sempurna apabila penciptaan alam itu diikuti dengan penurunan kitab yang berisi petunjuk dan dengan mengutus para rasul untuk membimbing manusia. Al-Quran selain menjadi petunjuk bagi manusia, juga berfungsi sebagai mukjizat terbesar bagi Muhammad SAW, untuk membuktikan kebenaran kerasulannya. Oleh sebab itu orang-orang yang mengingkari kerasulan Muhammad adalah juga orang-orang yang menganggap bahwa Allah menciptakan alam ini dengan sia-sia, tanpa adanya tujuan dan hikmat yang luhur, tanpa ada manfaat dan kegunaannya.
Apabila manusia memperhatikan semua yang ada di bumi ini, baik yang tampak maupun yang tidak tampak di permukaannya, maupun yang tersimpan dalam perut bumi itu, niscaya ia akan menemukan banyak keajaiban yang menunjukkan kekuasaan Allah. jika ia yakin bahwa kesemuanya itu diciptakan oleh Allah untuk kemaslahatan dan kemajuan hidup manusia sendiri, maka ia akan merasa bersyukur kepada Allah, dan meyakini bahwa semuanya itu diciptakan Allah berdasar tujuan yang luhur karena semuanya memberikan faedah yang tidak terhitung banyaknya. Bila sampai manusia pada keyakinan seperti itu sudah pastia tidak akan
7
mengingkari Al-Quran dan tidak akan menolak kerasulan Nabi Muhammad SAW.
Senada dengan ayat ini Allah telah berfirman dalam ayat-ayat yang lain.
Artinya : “dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.” (Q.S. Shad : 27)
3. Surah Al- Anbiya‟ (21) : 30
Artinya : “dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?” (Q.S. Al Anbiya‟ : 30)
Pada ayat-ayat yang lalu Allah telah menjelaskan bukti kesesatan kaum musyrikin yang mengatakan bahwa Allah mempunyai anak
8
yaitu para malaikat, padahal malaikat itu adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Maka pada ayat ini Allah menyuruh untuk memperhatikan alam yang terbentang di hadapan kita, yang mengandung bukti tentang adanya Allah dan kekuasaan-Nya yang tidak terbatas. Jika kita mau memperhatikan alam ini, maka kita akan sampai kepada kesimpulan adanya Allah dan kekuasaan-Nya yang Maha Besar.
Dalam tafsir Al-Misbah, “Ratqan” dari segi bahasa berarti terpadu, sedangkan kata “fataqnahuma” terambil dari kata “fataqa” yang berarti terbelah/terpisah.4
Ayat ini menjelaskan bahwa langit dan bumi pada awalnya merupakan sesuatu yang padu dan menyatu, kemudian Allah pecahkan menjadi langit dan bumi. Beberapa ulama‟ membuat penafsiran tentang ratqa ini. sebagian berpendapat bahwa pemisahan antara keduanya melalui penciptaan angina, sebagian berpendapat pemisahan langit dengan hujan dan bumi dengan tumbuhan-tumbuhan. yang pasti hampir semuanya sepakat bahwa langit dan bumi awalnya bersatu.5
Sedangkan menurut As-suddi dan Abu Shalih mengatakan bahwa langit itu dulunya menyatu pada satu tingkat, lalu Allah memisahkannya dan menjadikannya tujuh langit. Demikian juga bumi dulu satu tingkatan, lalu Allah memisahkannya dan menjadikannya tujuh bumi.6
Menurut Al Qurthubi, terdapat tiga penakwilan mengenai firman Allah SWT, Dan dari air kami jadikan
4 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, hlm. 442.
5 Kementerian Agama RI, Al-Quran & Tafsirnya Jilid VI, (Jakarta : Lentera Abadi, 2010), hlm. 250
6 Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hlm. 757-758
9
segala sesuatu yang hidup”. Pertama: bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dari air. Kedua: Allah memelihara kehidupan segala sesuatu dengan air. Ketiga: dan kami menjadikan segala sesuatu yang hidup dari air tulang sulbi.
Ayat ini dipahami oleh ilmuan sebagai salah satu mukjizat Al-Quran yang mengungkap peristiwa penciptaan planet-planet. Banyak teori ilmiah yang dikemukakan oleh para pakar dengan bukti-bukti yang cukup kuat, yang menyatakan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu gumpalan atau yang di istilahkan oleh ayat ini dengan ratqan, lalu gumpalan itu berpisah sehingga terjadilah pemisahan antara bumi dan langit. Ini sejalan dengan teori bing bang (ledakan besar) yang menyatakan bahwa dahulu sebelum langit dan bumi, alam ini merupakan suatu gumpalan yang padu, kemudian meledak dan berpisah menjadi planet dan bintang-bintang.
Dalam tafsir al-muntakhab dikemukakan dua diantara sekian banyak teori tersebut. Diantaranya :
Teori pertama, berkaitan dengan terciptanya tata surya. Di sini disebutkan bahwa kabut di sekitar matahari menyebar dan melebar pada ruangan yang dingin. Butir-butir kecil gas yang membentuk kabut bertambah tebal pada atom-atom debu yang bergerak amat cepat. Atom-atom itu kemudian mengumpul, akibat terjadinya benturan dan akumulasi, dengan membawa kandungan gas berat. Seiring dengan berjalannya waktu, akumulasi itu semakin bertambah besar hingga membentuk planet-planet, bulan, dan bumi dengan jarak yang sesuai. Penumpukan itu sendiri, mengakibatkan bertambah kuatnya tekanan yang pada gilirannya membuat temperatur bertambah tinggi.
Teori kedua, bumi dan langit pada dasarnya tergabung secara koheren sehingga tampak seolah satu massa. Hal ini sesuai dengan penemuan mutakhir mengenai teori terjadinya alam raya. Menurut
10
penemuan itu sebelum bumi terbentuk sekarang ini bumi merupakan kumpulan sejumlah besar kekuatan atom-atom yang saling berkaitan dan di bawah tekanan sangat kuat yang hampir tidak dapat dibayangkan oleh akal. Selain itu, penemuan mutakhir itu juga menyebutkan bahwa semua benda langit sekarang beserta kandungan-kandungannya, termasuk di dalamnya tata surya dan bumi, sebelumnya terakumulasi sangat kuat dalam bentuk bola yang jari-jarinya tidaklebih daro 3.000.000 mil. Lanjutan firman Allah yang berbunyi “… fa taqnahuma..” merupakan isyarat tentang apa yang terjadi pada cairan atom pertamanya berupa ledakan dahsyat yang mengakibatkan tersebarnya benda-benda alam raya ke seluruh penjuru, yang berakhir dengan terciptanya berbagai benda langit yang terpisah, termasuk tata surya dan bumi.
Al-Qur‟an tidak menjelaskan bagaimana terjadinya pemisahan itu, namun apa yang dikemukakan di atas tentang keterpaduan alam raya kemudian pemisahannya dibenarkan oleh observasi para ilmuwan. Observasi Edwin P. Hubble (1889-1953)melalui teropong bintang raksasa pada tahun 1929 menunjukkan adanya pemuaian alam semesta. Ini berarti bahwa alam semesta berekspansi. Ekspansi itu, menurut fisikawan Rusia George Gamow (1904-1968), melahirkan sekitar seratus milyar galaksi yang masing-masing rata-rata memiliki 100 miliar bintang. Inilah yang diisyarat oleh al-Qur‟an dengan memerintahkan orang-orang yang tidak percaya untuk mengamati dan mempelajari alam semesta yang tadinya padu itu, kemudian dipisahkan oleh-Nya. Pengamatan tersebut diharapkan dapat mengantarkan mereka kepada keimanan akan keesaan dan kemahakuasaan Allah Swt.
Hal menarik lainnya yang diungkapkan al-Qur‟an adalah apa yang dikenal dewasa ini dengan istilah “The Expanding Universe”. Seperti diketahui, alam semesta penuh dengan gugusangalaksi yang
11
rata-rata memiliki 100 miliar bintang dan berjarak jutaan tahun perjalanan cahaya dari bumi kita ini. Salah seorang ilmuan yang mempelajari alam raya adalah Edwin P. Hubble, seorang sarjana di Observatorium Mount Wilson, California, Amerika Serikat. Dalam keasyikannya mempelajari itu, ia menemukan pada tahun1925 bahwa galaksi-galaksi tersebut di samping bernotasi, jugabergerak menjauhi bumi. Semakin jauh letak galaksi dari bumi, semakin cepat gerak tersebut sehingga ada yang memiliki kecepatan seratus ribu kilometer perdetik (lebih kurang sama dengan sepertiga cahaya). Tadinya penemuan tersebut diduga sebagai suatu kesalahan, tetapi lama kelamaan setelah ia diterima oleh banyak ilmuan, akhirnya ia menyatakan adanya apa yang dinamai “The Expanding Universe”. Menurut teori ini, alam semesta bersifat seperti balon atau gelembung karet yang sedang ditiup kesegala arah. Sebagaimana titik-titik dipermukaan balon yang bergerak menjauhi satu sama lain ketika balon membesar, benda-benda di ruang angkasa juga bergerak menjauhi satu sama lain ketika alam semesta terus mengembang. Langit yang kita lihat sekarang ini, sebenarnya semakin tinggi dan semakin mengembangke segala arah dengan kecepatan yang luar biasa.
Bumi kita diliputi oleh ruang angkasa atau langit. Langit ditinggikan berarti ia, bergerak sedemikian rupa ke arah tegak lurus padaseluruh permukaan bumi. Dan karena bumi bulat, ini berarti langit yang melingkungi bumi itu harus Pemuaian ini sesuai kehendak dan undang-undang yang telah telah ditetapkan Allah di alam ini. Artinya bahwa alam atau jagad raya ini masih terus dalam keadaan mengembang dan berekspansi. Pernyataanal-Qur‟an ini sekarang telah diketahui kebenarannya oleh para astronomi maupun
12
kosmologi. Dalam pengamatannya para ahli itu telah melihat ekspansi jagat raya dalam bentuk-bentuk yang menyusun jagat raya.7
Alam semesta mencakup tentang mikro kosmos dan makro kosmos. Mikro kosmos adalah benda-benda yang mempunyaiukuran yang sangat kecil, misalnya atom, elektron, sel, amuba dan sebagainya. Sedangkan makrokosmos adalah benda-benda yang mempunyai ukuran yang sangat besar, misalnya bintang, planet, galaksi. Para ahli astronomi menggunakan istilah alam semesta dalam pengertian tentang ruang angkasa dan benda-benda langit yang ada didalamnya. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang berakal budi dan sebagai penghuni alam semesta selalu tergoda oleh rasa ingin tahu nya untuk mencari penjelasan tentang makna dari hal-hal yang diamati. Dengan diperolehnya berbagai pesan dan beraneka ragam cahaya dari benda-benda langit yang sampai di bumi timbullah beberapa mengembang ke segala arah.
Sebenarnya akal manusia mempunyai kesiapan untuk megkaji berbagai keajaiban adan fenomena alam. Nabi Muhammad SAW juga telah menjelaskan hal ini. Namun, kaumnya dan umat semasa mereka tidak mau memikirkannya hingga dapat membuktikan bahwa penjelasan itu adalah wahyu yang disampaikan kepada beliau dari Tuhan Yang Maha Tahu.
Lalu langit menurunkan hujan, sehingga bumi pun dapat menumbuhkan tanaman. Oleh karena itu Allah berfirman,
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيّ “Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tidak juga beriman?”
7Syaefan Fariyah, Penafsiran M. Quraish Shihab terhadap Ayat-Ayat tentang Penciptaan Alam Semesta, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Walisongo Semarang, 2008, hlm. 23-26.
13
bahwa semua makhluk hidup di alam ini memerlukan air untuk kelangsungan hidupnya. Baik manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Tanpa air, makhluk hidup akan mati.
Quraish Shihab, sebagaimana yang ia kutip dari pendapat para pengarang Tafsir al-Muntakhab mengemukakan ayat di atas telah dibuktikan kebenarannya melalui penemuan beberapa cabang ilmu pengetahuan, antara lain8:
1. Sitologi (ilmu tentang susunan dan fungsi sel)
Air adalah komponen terpenting dalam pembentukan sel yang merupakan satuan bangunan pada setiap makhluk hidup, baik hewan maupun tumbuhan.
2. Biokimia
Air adalah unsur yang sangat penting pada setiap interaksi dan perubahan yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup. Air dapat berfungsi sebagai media, faktor pembantu, bagian dari proses interaksi, atau bahkan hasil dari sebuah proses interaksi itu sendiri.
3. Fisiologi (ilmu cabang biologi yg berkaitan dng fungsi dan kegiatan kehidupan atau zat hidup (organ, jaringan, atau sel)
B. Konsep Hukum-Hukum Alam (Taqdir)
1. Surah Al-Mulk(67): 3
Artinya : “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-
8 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, hlm. 451.
14
ulang, Adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang?.” (Q.S. Al-Mulk : 3)
Firman Allah Ta’ala, اّلّذِي خَّلَقَ سَّثْعَ سَّمَىَتِ طِّثَاقًا “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis,” yakni sebagiannya berada di atas sebagian yang lain, dan yang melekat hanya ujung-ujungnya saja. Demikianlah yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas.
مَاتَزَي فِّ خًَّلْقِ اّلزّحْمَهِ مِّه تَّفَىُتٍّّ “Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.” Dalam kalimat sebelum ini telah disebutkan “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis” maknanya adalah engkau tidak akan melihat kebengkokan (ketidak-seimbangan), pertentangan dan kontradiksi dalam ciptaan Tuhan yang Maha Pengasih. Yang sebenarnya, ciptaan Allah itu lurus lagi seimbang, yang menunjukkan atas Penciptaanya, meskipun bentuk dan sifat ciptaanya itu berbeda-beda.9
Maksud lain dari ayat di atas adalah, sekali-kali Engkau tidak akan melihat pada ciptaan Allah Yang Maha Pengasih yang telah menciptakan segala yang ada di langit dan di bumi, serta pada selain keduanya. Penafsiran serupa dengan itu disebutkan dalam beberapa riwayat berikut ini:
a. Bisyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa‟id menceritakan kepada kami dari Qatadah, tentang firman Allah SWT, مَاتَزَي فِّ خًَّلْقِ اّلزّحْمَهِ مِّه تَّفَىُتٍّ
“Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang,”
9 Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi (jilid 19), hlm. 12-13.
15
ia berkata, “Maksudnya adalah, sekali-kali Engkau tidak akan melihat adanya perbedaan pada ciptaan-Nya.”
b. Ibnu Abdul A‟la menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Tsaur menceritakan kepada kami dari Ma‟mar, dari Qatadah, tentang makna firman Allah SWT, مِه تَّفَىُتٍّ “Sesuatu yang tidak seimbang,” ia berkata, “Maksudnya adalah perbedaan”.10
Selanjutnya, Allah memerintahkan agar mereka memperhatikan ciptaan-Nya, agar dengan itu mereka dapat mengambil pelajaran sehingga mereka dapat mengambil pelajaran sehingga mereka dapat merenungkan kekuasaan Allah. Allah berfirman: فَّارْجِعِ اّلْثَصَزَ هَّلْ تَّزَي مِّه فُطُىر “Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang?.” Maksudnya, kembalikanlah pandanganmu ke langit.11 Apakah engkau melihat adanya bagian yang retak dan terbelah (pada ciptaan Allah SWT)?
Langit (samaa' atau samawat) di dalam Al-Qur'an berarti segala yang ada di atas kita, yang berarti pula angkasa luar, yang berisi galaksi, bintang, planet, batuan, debu, dan gas yang bertebaran. Dan lapisan-lapisan yang melukiskan tempat kedudukan benda-benda langit sama sekali tidak dikenal dalam astronomi. Ada yang berpendapat lapisan itu ada dengan berdalil pada QS 67:3 dan 71:15 sab'a samaawaatin thibaqaa. Tafsir Depag menyebutkan "tujuh langit berlapis-lapis" atau "tujuh
10 Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari (jilid 25), (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm. 269-270.
11 Syaikh Imam Al Qurthubi , Tafsir Al Qurthubi (jilid 19), hlm. 15.
16
langit bertingkat-tingkat". Walaupun demikian, itu tidak bermakna tujuh lapis langit. Makna thibaqaa, bukan berarti berlapis-lapis seperti kulit bawang, tetapi (berdasarkan tafsir/terjemah Yusuf Ali, A. Hassan, Hasbi Ash-Shidiq, dan lain-lain) bermakna bertingkat-tingkat, bertumpuk, satu di atas yang lain.
"Bertingkat-tingkat" berarti jaraknya berbeda-beda. Walaupun kita melihat benda-benda langit seperti menempel pada bola langit, sesungguhnya jaraknya tidak sama. Rasi-rasi bintang yang dilukiskan mirip kalajengking, mirip layang-layang, dan sebagainya sebenarnya jaraknya berjauhan, tidak sebidang seperti titik-titik pada gambar di kertas.
Lalu apa makna tujuh langit bila bukan berarti tujuh lapis langit? Di dalam Al-Qur'an ungkapan 'tujuh' atau 'tujuh puluh' sering mengacu pada jumlah yang tak terhitung banyaknya. Dalam matematika kita mengenal istilah "tak berhingga" dalam suatu pendekatan limit, yang berarti bilangan yang sedemikian besarnya yang lebih besar dari yang kita bayangkan. Kira-kira seperti itu pula, makna ungkapan "tujuh" dalam beberapa ayat Al-Qur'an. Misalnya, di dalam Q.S. Luqman:27 diungkapkan, "Jika seandainya semua pohon di bumi dijadikan sebagai pena dan lautan menjadi tintanya dan ditambahkan tujuh lautan lagi, maka tak akan habis Kalimat Allah." Tujuh lautan bukan berarti jumlah eksak, karena dengan delapan lautan lagi atau lebih kalimat Allah tak akan ada habisnya. Jadi, 'tujuh langit' semestinya difahami pula sebagai benda-benda langit yang tak terhitung banyaknya, bukan sebagai lapisan-lapisan langit.
17
Lalu apa makna langit pertama, ke dua, sampai ke tujuh dalam kisah mi'raj Rasulullah SAW? Muhammad Al Banna dari Mesir menyatakan bahwa beberapa ahli tafsir berpendapat Sidratul Muntaha itu adalah Bintang Syi'ra, yang berarti menafsirkan tujuh langit dalam makna fisik. Tetapi sebagian lainnya, seperti Muhammad Rasyid Ridha juga dari Mesir, berpendapat bahwa tujuh langit dalam kisah isra' mi'raj adalah langit ghaib. Dalam kisah mi'raj itu peristiwa fisik bercampur dengan peristiwa ghaib. Misalnya pertemuan dengan ruh para Nabi, melihat dua sungai di surga dan dua sungai di bumi, serta melihat Baitul Makmur, tempat ibadah para malaikat.12
Dikemukakan pula bahwa lapisan-lapisan atmosfer ini saling bertumpukan. Lapisan troposfer adalah lapisan yang paling dekat dengan bumi, lalu ada lapisan stratosfer, ozonosfer, mesosfer, termosfer, ionosfer, dan eksosfer yang bertumpuk seraca berurutan di atasnya. Adapula yang mengartikan tujuh langit sebagai tujuh lapisan atmosfer berikut:
a. Troposfer
Troposfer merupakan bagian paling bawah atmosfer bumi yang jaraknya berkisar 9-17 km dari permukaan bumi, tetapi ketinggian ini berbeda-beda di seluruh dunia dan dari musim ke musim. Lapisan ini membentuk sekitar 90% massa atmosfer bumi. Campuran gasnya paling ideal untuk menopang kehidupan di bumi karena terlindung dari sengatan radiasi yang dipancarkan oleh benda-benda langit lain. Lapisan ini merupakan tempat mayoritas aktivitas cuaca di bumi terjadi seperti hujan, perubahan cuaca, perubahan suhu yang mendadak, angin, tekanan, dan
12 T. Djamaluddin, Tujuh Langit, Tidak Berarti Tujuh Lapis,
18
kelembapan yang kita rasakan sehari-hari berlangsung. Hujan dapat terjadi karena jaraknya dari atas permukaan bumi membuat uap air naik dari permukaan bumi dan terkumpul hingga jenuh lalu turun kembali ke bumi sebagai hujan.
Selain itu, suhu udara maksimum di permukaan bumi dekat dengan lapisan ini. Semakin ke atas, suhu udara menurun sekitar 6,5°C per 100 m. Sedangkan puncak lapisan troposfer bersuhu sekitar -56,5°C. Pada bagian teratas troposfer terdapat zona transisi yang disebut tropopause, yaitu zona batas antara troposfer dengan lapisan di atasnya yaitu stratosfer. Karena begitu pentingya, tidak dapat dibayangkan jika troposfer tidak ada, mungkin kehidupan di bumi tidak akan berlangsung, karena selain berperan penting dalam pengaturan suhu, troposfer juga sangat berkontribusi dalam berlangsungnya siklus daur air melalui hujan.
b. Stratosfer
Di atas lapisan tropopause terdapat lapisan stratosfer. Lapisan ini berketinggian sekitar 11 hingga 50 km di atas permukaan bumi. Lapisan ini mengandung 19,9% massa atmosfer. Di lapisan ini, tidak banyak terjadi aktivitas cuaca. Suhu di lapisan stratosfer yang paling bawah relatif stabil dan sangat dingin yaitu -70° F atau sekitar -57°C. Pada lapisan pertama stratosfer, suhu konstan dengan ketinggian. Zona dengan suhu konstan di atmosfer disebut lapisan isothermal. Pada lapisan ini angin yang sangat kencang terjadi dengan pola aliran tertentu. Lapisan ini juga merupakan tempat terbangnya pesawat. Awan tinggi jenis cirrus kadang-kadang terjadi di lapisan
19
paling bawah, namun tidak ada pola cuaca yang signifikan yang terjadi pada lapisan ini.
Mulai ketinggian 20 hingga 50 km, suhu semakin naik berbanding lurus dengan ketinggian. Suhu tertinggi stratosfer terbentuk karena konsentrasi lokal molekul gas ozon. Molekul ini menyerap sinar ultraviolet, kemudian membentuk energi panas yang menghangatkan stratosfer. Ozon di atmosfer memiliki konsentarsi bervariasi antara ketinggian 10 hingga 50 km. Lapisan ini disebut lapisan ozon. Lapisan stratopause merupakan lapisan yang memisahkan stratosfer dengan lapisan berikutnya.
c. Ozonosfer
Ozonosfer (lapisan ozon) yang terletak dalam atmosfer tepatnya di lapisan stratosfer pada ketinggian 20-30 km sangat penting dalam perlindungan kehidupan di bumi. Gas ozon mempunyai sifat menyerap radiasi matahari berenergi tinggi seperti radiasi ultraviolet (UV) sehingga radiasi matahari yang sampai ke permukaan menjadi sesuai dengan kehidupan di bumi. Meteorid yang jatuh akibat gaya tarik bumi akan terbakar dan berpijar sebagai meteor (bintang jatuh) yang menukik ke dalam atmosfer dengan kecepatan antara 11 dan 72 krn/sekon.
Sejak revolusi industri yang diawali dengan penemuan mesin watt atau mesin uap, konsentrasi karbon dioksida (C02) meningkat terus. Gas CO2 bersama metan (C14) dan gas-gas rumah kaca lainnya memberi kontribusi pada pemanasan bumi (global). Sifat CO2 adalah transparan terhadap radiasi gelombang pendek matahari dan menyerap radiasi gelombang panjang bumi. Pemakaian freon atau gas CFC (chlorofluorocarbon) oleh
20
aktivitas industri menyebabkan penipisan ozonosfer atau lubang ozon. Gas CFC tidak larut (insoluble) dan tidak reaktif di dalam atmosfer sehingga secara lambat gas CFC akan berdifusi ke stratosfer dimana ozonosfer berada. Di stratosfer khlor (Cl) terlepas dari ikatan CFC oleh foton radiasi matahari berenergi tinggi. Atom CI bertindak sebagai katalisator dalam perubahan 03 (ozon) menjadi O2 (oksigen) yang merupakan mekanisme utama pembentukan lubang ozon. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca dan penipisan ozonosfer menyebabkan pemanasan global yang mengancam kehidupan makhluk bumi. Karena itu, tidak ada alasan lagi bagi manusia untuk bersikap bijaksana terhadap makhluk-makhluk lain dan senantiasa menjaga kelestarian lingkungan.
d. Mesosfer
Mesosfer merupakan lapisan udara ketiga, di mana suhu atmosfer akan berkurang dengan pertambahan ketinggian hingga lapisan keempat. Udara di sini akan mengakibatkan pergeseran dengan objek yang datang dari angkasa dan menghasilkan suhu yang tinggi. Kurang lebih 25 mil atau 40 km di atas permukaan bumi, saat suhunya berkurang dari 290 K menjadi 200 K, terdapat lapisan transisi menuju lapisan mesosfer.
Dekat bagian atas dari lapisan ini, yaitu kurang lebih 81 km di atas permukaan bumi suhu akan kembali turun ketika ketinggian bertambah menjadi sekitar -143°C. Suhu serendah ini memungkinkan terjadi awan noctilucent, yang terbentuk dari kristal-kristal es. Antara lapisan mesosfer dan lapisan di atasnya terdapat lapisan perantara yaitu mesopause. Di mesosfer,
21
sebagian besar meteor yang sampai ke bumi terbakar. Oleh sebab itu, tidak bisa dibayangkan jika lapisan ini tidak ada.
e. Termosfer
Transisi dari mesosfer ke termosfer dimulai pada ketinggian sekitar 81 km. Dinamai termosfer karena terjadi kenaikan temperatur yang cukup tinggi pada lapisan ini yaitu sekitar 1982°C. Suhu ini dihasilkan dari penyerapan radiasi secara intensif oleh molekul oksigen. Meskipun suhunya tampak ekstrem, energi panas yang terlibat hanya sedikit karena jumlah panas yang disimpan oleh suatu zat bergantung pada massanya. Perubahan ini terjadi karena serapan radiasi sinar ultra violet. Radiasi ini menyebabkan reaksi kimia sehingga membentuk lapisan bermuatan listrik yang dikenal dengan nama ionosfer. Udara di lapisan ini sangat tipis dengan molekul terpisah karena jarak yang jauh. Bumi tidak akan aman dari ganasnya benda-benda langit lain jika tanpa lapisan ini karena tidak akan terbentuknya lapisan ionosfer yang sangat penting karena meteor yang menuju bumi tidak akan terkikis.
f. Ionosfer
Lapisan ini mengandung ion dan elektron bebas yang dihasilkan oleh radiasi matahari. Lapisan ini bersifat memantulkan gelombang radio. Karena adanya penyerapan radiasi dan sinar ultra violet maka menyebabkan timbul lapisan bermuatan listrik yang suhunya menjadi tinggi. Dengan adanya lapisan yang ada akibat reaksi kimia ini, bumi dapat merasakan peranan sebagai lapisan pelindung bumi dari batu meteor yang berasal dari luar angkasa karena ditarik oleh gravitasi bumi. Batu meteor akan terbakar dan terurai. Jika ukurannya sangat besar dan
22
tidak habis terbakar di lapisan udara ini, maka akan jatuh sampai ke permukaan bumi yang disebut meteorit.
Fenomena aurora yang juga dikenal dengan nama cahaya utara atau cahaya selatan terjadi pada lapisan ini. Pada lapisan ini, gas-gas akan terionisasi, oleh karenanya lapisan ini sering juga disebut lapisan ionosfer. Molekul oksigen akan terpecah menjadi oksegen atomik di sini. Proses pemecahan molekul oksigen dan gas-gas atmosfer lainnya akan menghasilkan panas, yang akan menyebabkan meningkatnya suhu. Suhu pada lapisan ini akan meningkat dengan bertambahnya ketinggian. Ionosfer dibagi menjadi tiga lapisan lagi, yaitu :
1) Lapisan ozon Terletak antara 80 – 150 km dengan rata-rata 100 km dpl. Lapisan ini tempat terjadinya proses ionisasi tertinggi. Lapisan ini dinamakan juga lapisan ozon. Mempunyai sifat memantulkan gelombang radio. Suhu udara di sini berkisar – 70° C sampai +50° C .
2) Lapisan udara F Terletak antara 150 – 400 km. Lapisan ini dinamakan juga lapisan udara appleton.
3) Lapisan udara atom. Pada lapisan ini, materi-materi berada dalam bentuk atom. Letaknya lapisan ini antara 400 – 800 km. Lapisan ini menerima panas langsung dari matahari, dan diduga suhunya bisa mencapai 1200°C. Lapisan ini memantulkan kembali pancaran gelombang radio dari bumi ke berbagai belahan bumi lainnya, persis seperti satelit komunikasi pasif, maka manusia bumi dapat menikmati komunikasi tanpa kabel, pemancaran
23
siaran radio dan televisi dengan jarak yang cukup jauh.
g. Eksosfer
Lapisan terluar atmosfer adalah eksosfer. Di lapisan ini, kerapatan udaranya sangat tipis. Kandungan gas utama lapisan udara ini adalah hidrogen. Di lapisan ini juga terdapat refleksi cahaya matahari yang dipantulkan oleh partikel debu meteoritik. Cahaya matahari yang dipantulkan tersebut juga dikenal dengan nama cahaya zodiakal. Kehidupan di bumi tidak akan berlangsung tanpa lapisan-lapisan ini. Lapisan-lapisan ini bergantung satu sama lain, oleh karena itu jika salah satu lapisan terganggu maka akan berdampak pada fungsi lapisan yang lain. Berkat pelindung istimewa ini, makhluk hidup bumi dapat menjalankan kehidupannya dengan aman.
2. Surah Fushshilat (41): 11
Artinya :“Kemudian Dia menuju ke langit sedang dia adalah asap, lalu Dia berfirman kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu berdua -suka atau terpaksa-." Keduanya menjawab: “Kami telah datang dengan suka hati.” (Q.S. Fushshilat (41): 11)
Ayat sebelumnya (sebelum ayat ini) telah menguraikan tentang penciptaan bumi dan sarana kehidupan penghuninya, kini diuraikan yang menyangkut langit. Didahulukannya uraian yang
24
menyangkut bumi, karena di sanalah manusia bertempat tinggal, sedang tuntunan kepada manusia adalah tujuan pokok kehadiran al-Qur‟an.
Sebagaimana yang termuat dalam Tafsir Al-Mishbah ayat di atas ditafsirkan: Kemudian dia yakni perintah atau kekuasaan-Nya menuju ke langit sedang dia yakni langit ketika itu berfirman kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu berdua mengikuti perintah-Ku suka atau terpaksa.” Keduanya menjawab:”Kami telah datang tunduk dan patuh mengikuti kehendak-Mu dengan suka hati.”
Kata إستىي digunakan dalam arti mengusai. Ia juga dipahami dalam arti menuju ke suatu tempat tanpa didahului sesuatu apapun. Pada ayat di atas juga merupakan ilustrasi tentang kehendak dan kuasa Allah menciptakan langit. Ini sama sekali bukan berarti Allah menuju ke satu tempat dan berpindah ke sana, karena Allah Maha Suci dari tempat dan waktu.
Kata ثمّّ (kemudian) yang ditempatkan sebelum kata إستىي
dipahami oleh sementara ulama bukan dalam arti jarak waktu, karena Allah tidak membutuhkan waktu untuk menciptakan sesuatu, tetapi ia berfungsi untuk mengisyaratkan bahwa kehebatan ciptaan langit jauh melebihi kehebatan ciptaan bumi. Memang, planet bumi kita hanya setetes kecil dari samudera ciptaan Allah di angkasa raya. Pendapat ini –walau dari segi kehebatan tidak disangsikan- namun memahaminya bukan dalam arti jarak waktu- ditolak sementara ulama. Memang, Allah tidak membutuhkan waktu untuk mencipta, tetapi ciptaan-Nya membutuhkan waktu dan tempat, karena itu ada ciptaan-Nya yang berbeda dengan ciptaan yang lain. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan pada QS. An-Nazi‟at ayat 30:
25
وَ ٱ ل ز ضَ بَ ع دَ ذ لِكَ دَحَ ىهَ ا ٠ٓ
Artinya: “Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya.”
Kalimat sesudah itu mengandung makna perurutan waktu yang lebih jelas daripada kata ثمّّ . Thahir Ibn „Asyur yang memahami kata ثمّّ dalam arti jarak kehebatan penciptaan langit melebihi penciptaan bumi, namun menggarisbawahi bahwa itu bukan menjadikan ayat ini berarti bahwa kehendak-Nya untuk menciptakan langit baru terjadi setelah rampungnya penciptaan bumi, tidak juga dalam arti sebaliknya.
Kata دخان biasa diterjemahkan asap. Para ilmuwan memahami kata tersebut dalam arti satu benda yang terdiri pada umumnya dari gas yang mengandung benda-benda yang sangat kecil namun kukuh. Berwarna gelap atau hitam dan mengandung panas. Sementara ulama tafsir memahami kata ini dalam arti langit yang kita lihat ini, berasal dari bahan yang serupa dengan دخان . Sayyid Quthub menulis bahwa terdapat kepercayaan yang menyatakan bahwa sebelum terbentuknya bintang-bintang ada sesuatu yang angkasa raya dipenuhi oleh gas dan asap, dari bahan inilah terbentuk bintang-bintang. Hingga kini, sebagian dari gas dan asap tersebut masih tersisa dan tersebar di angkasa raya. Pendapat ini menurut beliau boleh jadi benar karena ia mendekati apa yang telah dikehendaki al-Qur‟an dengan firman-Nya di atas: “Kemudian dia menuju ke langit sedang dia adalah asap” dan bahwa penciptaan langit telah rampung sejak masa lalu yang panjang dalam dua hari dan hari-hari Allah.
Ayat-ayat al-Qur‟an melukiskan adanya enam hari atau periode bagi penciptaan alam raya. Periode دخان menurut sementara ulama adalah periode ketiga yang didahului oleh periode kedua yaitu masa terjadinya dentuman besar “Big Bang”
26
dan inilah yang mengakibatkan terjadinya kabut asap. Pada periode دخان inilah tercipta unsur-unsur pembentukan langit yang terjadi melalui gas Hidrogen dan Helium. Pada periode pertama, langit dan bumi merupakan gumpalan yang menyatu yang dilukiskan oleh al-Qur‟an dengan nama ar-ratq. Periode pertama dan kedua diisyaratkan oleh QS. Al-Anbiya‟ ayat 30.
Firman-Nya ٱ ئّتِيَا طَّ ىّعًا أَّ وّ كَّ زّ هّا (datanglah kamu berdua suka atau terpaksa) dipahami sebagai perintah perwujudan sesuatu, serupa dengan ungkapan Kun fa yakun.13 Ini adalah ilustrasi yang mengibaratkan langit dan bumi sebagai satu sosok yang diperintahkan. Perlu diingat bahwa tidak semua yang dinamai pembicaraan harus dalam bentuk kata-kata, tetapi pembicaraan yang dilakukan oleh atau terhadap sesuatu adalah sesuai dengan sifat dan keadaan sesuatu. Perintah Allah dengan menggabungkan langit dan bumi dalam satu redaksi perintah datanglah kamu berdua mengisyaratkan adanya keberkaitan yang erat antara langit dan bumi. Memang segala sesuatu di alam raya ini saling berkaitan. Perintah itu sendiri mangandung arti bahwa telah menjadi ketetapan Allah terhadap langit dan bumi untuk tunduk kepada-Nya tidak sesaat pun membangkang perintah-Nya – baik mereka suka atau tidak. Selanjutnya jawaban kedua bahwa: أتينا طائعيه (kami telah datang dengan suka hati) dapat dipahami dalam arti cepatnya terjadi kehendak Allah untuk mewujudkan, tanpa sedikit hambatan pun. Bukankah seperti dikemukakan di atas, bahwa firman-Nya: Datanglah kamu berdua suka atau terpaksa, dipahami sebagai perintah perwujudan sesuatu, serupa dengan ungkapan Kun fa yakun. Sedemikian cepat hal tersebut, sampai-sampai mereka tidak
13 Baca QS. Yasin (36): 82.
27
berkata: Kami akan datang, atau segera datang, tetapi menyatakan kami telah datang dengan suka hati.
Di sisi lain mereka tidak berkata: أتينا طّائعتيه (kami berdua datang dengan suka hati. Yakni mereka tidak menggunakan bentuk dual, walaupun perintah Allah tertuju kepada keduanya dalam bentuk dual. Mereka menggunakan bentuk jamak. Sepertinya hal tersebut mengisyaratkan bahwa sebenarnya bukan hanya mereka berdua yang datang dengan suka hati, tetapi banyak bahkan semua makhluk-Nya (kecuali sebagian manusia dan jin). Sekaligus ini juga mengisyaratkan kebersamaan serta keterikatan makhluk-makhluk Allah satu dengan lainnya. Penggunaan bentuk jamak ini boleh jadi untuk menggambarkan rasa rendah hati mereka dalam semua makhluk-makhluk Allah yang taat.
Sayyid Quthub mengomentari ayat ini antara lain dengan berkata bahwa “Sungguh ia adalah isyarat yang mengagumkan tentang kepatuhan alam raya kepada ketentuan Ilahi serta hubungan yang erat menyangkut hakikat alam ini dengan Penciptanya – yakni hubungan penyerahan diri terhadap kalimat dan kehendak-Nya. Jika demikian, tidak ada, kecuali manusia yang tunduk kepada ketentuan Ilahi dalam keadaan terpaksa pada kebanyakan waktu. Ia harus tunduk kepada-Nya, ia tidak mampu menghindar, tetapi manusia hanya bagian yang sangat kecil dari roda alam raya yang sangat agung ini. Semua hukum-hukum berlaku atasnya suka atau tidak suka. Tetapi (kebanyakan manusia) – dan hanya manusia sendiri – yang enggan tunduk sebagaimana tunduknya bumi dan langit. Ia berusaha menghindar dan menyimpang dari jalur yang sangat mudah sehingga ia membentur hukum-hukum alam (yang diciptakan Allah) dan yang pasti mengalahkannya, bahkan boleh jadi merusak dan
28
membinasakannya, sehinga akhirnya ia pun tunduk tapi tidak dalam keadaan taat. Yang dikecualikan dari manusia di atas, hanyalah hamba-hamba Allah yang telah berdamai hati, diri, gerak, pandangan, kehendak, keinginan dan kecenderungan mereka – semua telah berdamai dengan hukum-hukum alam yang bersifat kulli, sehingga ia datang dalam keadaan taat, berjalan dengan mudah bersama roda alam raya yang sangat agung.14
C. Sikap Positif - Optimistik dalam Berinteraksi dengan Alam
1. Fushshilat (41) ayat 53
Artinya: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu.” (Q.S. Fushshilat (41): 53)
Pada ayat sebelumnya Allah menjelaskan tentang kecaman-Nya pada para pendurhaka yang mengingkari kebenaran al-Qur‟an , sambil mengajak mereka berfikir dan merenungkan tentang al-Qur‟an. Ayat di atas menjanjikan bantuan bagi mereka yang mau berfikir secara objektif. Allah berfirman: Kami akan memperlihatkan kepada mereka dalam waktu yang tidak terlalu lama ayat-ayat yakni tanda-tanda kekuasaan serta kebenaran firman-firman Kami di segenap ufuk dan juga pada diri mereka
14 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 12, hlm.386-390.
29
sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa ia yakni al-Qur‟an itu adalah benar. Apakah mereka tidak menggunakan pikiran mereka untuk memahami bukti-bukti yang terdapat dalam al-Qur‟an sendiri dan apakah belum cukup bahwa Tuhan Pemelihara dan Pembimbing-mu wahai Nabi Maha Menyaksikan segala sesuatu. Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan dan pengingkaran tentang pertemuan dengan Tuhan mereka, karena tidak menyadari kekuasaan dan kebesaran Allah. Ingatlah bahwa sesungguhnya Dia dengan ilmu dan kuasa-Nya menyangkut segala sesuatu adalah Maha Meliputi. Tidak sesuatu pun luput dari-Nya.
Pada masa hidup Nabi Muhammad saw. “ayat-ayat” yang dijanjikan oleh ayat ini untuk diperlihatkan antara lain adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi ketika itu, anatar lain kemenangan yang diraih oleh Nabi SAW. Dalam peperangan beliau di sekian banyak daerah serta kematian tokoh-tokoh kaum musyrikin. Dapat juga ayat-ayat di segenap ufuk dan diri mereka yang diperlihatkan Allah itu, adalah rahasia-rahasia alam serta keajaiban ciptaan-Nya pada diri manusia – yang diungkap melalui penelitian, dan yang kesemuanya membuktikan keesaan dan kekuasaan-Nya sekaligus menunjukkan kebenaran informasi al-Qur‟an.
Dalam konteks ayat ini penggunaan kata Kami dalam firman-Nya: سَ ر نُِيهِم mengisyaratkan perlunya keterlibatan manusia melalui para ulama dan cendekiawan guna menemukan dan menunjukkan tanda-tanda kebesaran Allah dan kebenaran al-Qur‟an. Kata شَهِي دٌ dapat dipahami sebagai pelaku yakni Dia Maha Menyaksikan, dapat juga sebagai objek yakni Allah Maha
30
Disaksikan. Ke manapun mata anda memandang atau pikiran anda tertuju, maka di sana Anda menemukan bukti tentang wujud dan keesaan-Nya, sehingga Allah Maha Disaksikan kapan dan di manapun, dan ini pada gilirannya membuktikan bahwa informasi al-Qur‟an adalah haq.15
2. Surah Ali Imran : 190-191
Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (190), (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka”(191).
15 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 12, hlm. 439-441.
31
Seperti dikemukakan dalam awal surah ini bahwa tujuan utama surah Ali „Imran adalah pembuktian tentang tauhid, keesaan, dan kekuasaan Allah SWT. Hukum-hukum alam yang melahirkan kebiasaan-kebiasaan pada hakikatnya ditetapkan dan diatur oleh Allah Yang Maha Hidup lagi Qayyum (Maha Menguasai dan Mengelola segala sesuatu). Hakikat tersebut kembali ditegaskan dalam ayat ini dan ayat mendatang. Salah satu bukti kebenaran hal tersebut adalah undangan kepada manusia untuk berpikir, karena Sesungguhnya dalam penciptaan, yakni kejadian benda-benda angkasa seperti matahari, bulan, dan jutaan gugusan bintang-bintang yang terdapat di langit, atau dalam pengaturan sistem kerja langit yang sangat teliti serta kejadian dan perputaran bumi pada porosnya yang melahirkan silih bergantinya malam dan siang, perbedaanya baik dalam masa maupun panjang dan pendeknya terdapat tanda-tanda kemahakuasaan Allah bagi ulûl yakni orang-orang yang memiliki akal yang murni.
Kata (الأَلْثابَِّ ) al-Albâb adalah bentuk jamak dari (لة ) lub yaitu “saripati” sesuatu. Kacang misalnya, memliki kulit yang menutupi isinya. Isi kacang dinamai lub. Ulul Albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi oleh “kulit”, yakni kabut idea yang dapat melahirkan keracunan dalam berpikir. Orang yang merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah SWT.16
Abu ja‟far berkata: Ayat tersebut merupakan bantahan dan argmentasi dari Allah SWT untuk orang yang mengatakan
16 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, hlm.290.
32
kata-kata tersebut, serta hujjah bagi semua makhluk-Nya, bahwa Dialah yang mengatur segalanya sesuai kehendak-Nya, dan kemampuan menjadikan kaya dan miskin ada di tangan-Nya.
Allah SWT berfirman, “Wahai manusia, merenung dan ambillah pelajaran! Sungguh, apa yang Aku ciptakan di langit dan di bumi adalah untuk kehidupan, kebutuhan, dan rezeki kalian. Demikian pula siang dan malam, keduanya Aku jadikan bergantian; pada siang hari kalian bekerja, sementara pada malam hari kalian istirahat. Sungguh, pada semuanya ada pelajaran dan tanda kekuasaan-Ku. Siapa saja di antara kalian yang memliki akal, pasti tahu bahwa menyatakan kefakiran kepada-Ku dan menyatakan yang lain sebagai yang kaya, adalah sebuah kedustaan yang nyata, karena semuanya ada di tangan-Ku. Akulah yang mengaturnya, dan seandainya Aku membatalkannya maka kalian pasti hancur”.
Abu Ja‟far berkata: Firman Allah SWT, الّذِيْهَ يَّذكُزُونَ اّلّّلَ قِّيَمًاّ
وَقُعُىدُا “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk”. Mengingat Allah sambil berdiri atau duduk adalah sifat orang-orang yang berakal.
Jadi, makna ayat tersebut adalah, “sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, serta silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yakni orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau berbaring”. Maksudnya mereka berdiri dalam shalat, duduk ketika tasyahud, juga pada selain shalat, erta berbaring ketika tidur.
Riwayat-riwayat yang sesuai dengan makna ayat 191 adalah:
33
a) Al Qasim menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Husain menceritakan kepada kami, ia berkata: Hajjaj menceritakan kepadaku dari Ibnu Juraij, tentang firman Allah SWT, الّذِيْهَّ
يَذكُزُونَ اّلّّلَ قِّيَمًا وَّقُعُىدُا “Orang-orang yang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk,” ia berkata, “Maknanya adalah, mengingat Allah dalam keadaan shalat dan selain shalat, serta ketika membaca Al-Qur‟an”.
b) Bisyr menceritakan kepada kami, ia berkata: yazid menceritakan kepada kami dari Qatadah, tentang firman Allah SWT, الّذِيْهَ يَّذكُزُونَ اّلّّلَ قِّيَمًا وَّقُعُىدُا وَّعَلَ جًُّنُىتِهِم “Orang-orang yang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk, atau dalam keadaaan berbaring,” ia berkata, “Inilah semua keadaanmu wahai anak Adam. Oleh karena itu, ingatlah Dia sambil berdiri, dan jika tidak mampu maka sambil duduk, dan jika tidak mampu juga maka sambil berbaring, sebagai bentuk kemudahan dan keringanan dari Allah SWT”.17
17 Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, hlm.304-306.
34
IV. PENUTUP
A. KESIMPULAN
Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan segala isi dan makhluknya dengan haq, yaitu selalu disertai dengan kebenaran dan bertujuan benar agar manusia mau menyembah dan beribadah melalui ciptaan-ciptaan-Nya.
Keteraturan alam berada di bawah kekuasaan Allah, tidak ada yang mampu mengingkari kuasanya. Dan manusia sebagai salah satu makhluk ciptaanNya hendaknya bisa menghargai dan menjaga atas apayang telah di karuniakan kepada kita.
Hukum-hukum alam yang melahirkan kebiasaan-kebiasaan pada hakikatnya ditetapkan dan diatur oleh Allah. Di sini manusia dituntun untuk berfikir menggunakan akal pikirannya untuk memiliki pengetahuan yang luas atas kebesaran dan kekuasaan yang telah mencipta alam semesta ini.
B. SARAN
Demikian makalah ini kami buat, apabila dalam makalah ini terdapat kesalahan dalam penulisan ataupun yang lainya, penulis mohon maaf. Untuk itu kami mengharap kritik dan saran guna melengkapi makalah ini. Karena sifat sempurna hanya milik Allah semata, dan kami hanyalah manusia biasa yang hakikatnya punya salah dan kekurangan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar